BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dalam
proses manajemen, yang menjadi titik awalnya adalah perencanaan. Jadi
perencanaan sebagai awal kita melakukan proses manajemen sebelum kita melakukan
pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan.
Menurut
George R. Terry perencanaan adalah: “planning is the selecting and relating
of fact and the making and using of assumption regarding the future in the
visualization and formulating of proposed activities believed necessary to
achieve desired result”. Dalam pengertian tersebut bisa kita simpulkan
antara lain:
1. Perencanaan merupakan kegiatan yang harus
didasarkan pada fakta, data dan keterangan kongkret.
2.
Perencanaan merupakan suatu pekerjaan mental yang memerlukan pemikiran,
imajinasi dan kesanggupan melihat ke masa yang akan datang.
3. Perencanaan mengenai masa yang akan datang
dan menyangkut tindakan-tindakan apa yang dapat dilakukan terhadap hambatan
yang mengganggu kelancaran usaha.
Pada
intinya perencanaan dibuat sebagai upaya untuk merumuskan apa yang sesungguhnya
ingin dicapai oleh sebuah organisasi melalui serangkaian rumusan rencana
kegiatan tertentu. Dalam hal ini,
tidak ada unit organisasi yang dapat ditunjuk memiliki tanggungjawab
satu-satunya untuk melaksanakan fungsi human
resource (sumber daya manusia). Namun, fungsi ini dilakukan oleh beragam
kelompok orang yang tersebar di seluruh organisasi – dari mulai chief executive officer hingga line managers dan personalia yang bekerja
di dalam departemen human resources.
Bagaimana semua komponen ini berlangsung untuk bertindak bersama-sama dalam
rangka mencapai strategi-strategi human
resource? Pengembangan kebijakan taktis akan mengkoordinasikan beragam komponen
untuk mencapai tujuan human resource
strategis dengan upaya organisasi efisien.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Konsep Taktis Perencanaan SDM
Perencanaan taktis adalah alokasi sumberdaya sebuah
organisasi untuk kegunaan khusus di
dalam unit organisasi dan posisi pekerjaan. Pada level fungsional perencanaan
taktis menjadi sebuah alokasi upaya sumber daya manusia. Planner harus memilih area-area yang akan menerima upaya langsung
mereka atas nama strategi dan tujuan organisasi. Kemudian kebijakan-kebijakan
taktis dikembangkan untuk area-area tertentu agar bisa memastikan bahwa upaya
ini diarahkan di seluruh organisasi. Kebijakan-kebijakan taktis ini harus
memiliki presedensi atas kebijakan non taktis lain.
Dua konsep yang
sangat sentral bagi perencanaan taktis untuk human resources, adalah area
aktivitas dan policy set (kumpulan kebijakan).
Area aktivitas adalah kluster aktivitas yang dapat dikontrol oleh sebuah
pernyataan kebijakan umum. Sedangkan Policy
Set adalah kelompok kebijakan yang bersama-sama mengontrol semua area
aktivitas taktis.
2.1.1 Area Aktivitas
Identifikasi area aktivitas merupakan
bagian yang paling pokok bagi perencanaan taktis untuk fungsi human resource. Dengan memilih area-area
tersebut yang harus diperhatikan bagi rencana strategis adalah komite
perencanaan human resource taktis harus mengkonsentrasikan kontrol untuk area-area
yang telah ditentukan serta membantu
untuk memastikan bahwa intensi dari rencana strategis sudah direalisasikan.
Area
aktivitas yang penting bagi rencana human resource strategis dari organisasi
adalah sebagai berikut1:
Sistem
banding Aliran human
resource
Benefit
dan services Pengembangan
individual
Manajemen
karir Pengembangan
organisasi
Konseling
karir Orientasi
Kompensasi/reward
Performance appraisal
Rancangan
kerja Penempatan
Disiplin
(bidang ilmu) Rekrutmen
Komunikasi
karyawan Riset
Pengaruh
karyawan Penjadwalan kerja
Relasi
karyawan Seleksi
Sistem
support karyawan Supervisi
Perencanaan
employment Training
Keamanan
employment Union relation
Kesehatan
dan safety
2.1.2
Taktis Pemilihan Area Aktivitas
Terdapat
dua metode untuk mengidentifikasikan area-area aktivitas. Satu adalah judgmental selection (Taktis pemilihan
penghakiman) dan yang lainnya adalah empirical
selection (). Judgmental selection
melandaskan pilihan area aktivitas terhadap kontribusi strategi human resources. Empirical
selection melandaskan pilihan dalam kontribusi terhadap tujuan human resources. Organisasi kecil
dengan operasional di satu atau sejumlah kecil lokasi dapat menggunakan metode
judgmental selection. Organisasi yang lebih besar dengan operasional di banyak
lokasi dapat menggunakan metode judgmental dan empirical selection.
a. Judgmental Selection
Dalam judgmental
selection, komite mempersiapkan sebuah daftar area aktivitas manajemen human resource yang dipercaya untuk
memasukkan semua aktivitas yang dilakukan dalam organisasi. Komite kemudian
mengevaluasi masing-masing area dalam hal tingkat kepentingannya terkait
pelaksanaan organisasi strategi human
resource. Proses ini menggunakan sebuah meeting khusus yang terstruktur, dan
serangkaian meeting yang dirancang untuk mengurangi kecenderungan partisipan
individual dalam menyesuaikan diri dengan opini kelompok ataupun opini leader1.
Struktur dari meeting akan memungkinkan anggota komite untuk mengembangkan
sebuah pemahaman bersama dan menyeluruh terhadap area-area aktivitas dan
strategi human resources, hal ini
akan mensuplai informasi yang dibutuhkan untuk memilih area-area aktivitas, dan hal ini akan mendorong penggunaan informasi
yang obyektif. Meeting harus menggunakan fasilitator dari luar yang akan
memfasilitasi pekerjaan kelompok dan
tidak memimpin kelompok. Hal ini menghindari kecenderungan umum lain dari
partisipan meeting, untuk memindahkan tanggungjawab untuk hasil kepada leader.
Fasilitator akan melakukan pekerjaan berikut ini2:
1.
Mempersiapkan
meeting dengan jalan menguraikan tugas untuk grup atau kelompok. Dekomposisi
dari tugas-tugas yang kompleks ke dalam tugas-tugas yang sederhana akan dapat
meningkatkan akurasi keputusan yang dibuat dengan memungkinkan penggunaan
informasi dalam sebuah cara yang lebih efisien. Tugas menyeluruh dari komite
adalah untuk menjawab pertanyaan: Seberapa penting masing-masing area aktivitas
ini bagi srategi human resource, jika dibandingkan dengan area aktivitas lain?
Fasilitator dapat memecah pertanyaan ini menjadi serangkaian pertanyaan yang
lebih sederhana, misalnya:
·
Hasil
apa yang dicapai oleh tiap area aktivitas?
Orang-orang
yang terlibat dalam aktivitas bisa diminta untuk menyatakan hasil yang mereka
amati selama melakukan aktivitas. Misalnya, sebuah hasil pengamatan dari area
aktivitas “sistem banding” bisa jadi “perlakuan yang setara dari karyawan”.
·
Seberapa
penting masing-masing hasil ini bagi tiap strategi human resource organisasi?
Ahli
teori human resource ataupun para praktisi dapat diminta untuk memberikan briefing kepada anggota komite mengenai
apakah outcome dari tiap area
aktivitas merupakan prakondisi untuk melaksanakan tiap strategi. Contoh, ahli
teori human resource ataupun para
praktisi dapat menyarankan anggota komite bahwa “perlakuan yang setara dari
karyawan” adalah sebuah prakondisi untuk pencapaian strategi “menciptakan
komitmen organisasi” tapi cenderung bukan merupakan kondisi penting untuk
strategi “memastikan suplay bakat karyawan yang memadai”.
·
Dalam
skala 1 hingga 10, seberapa penting tiap area aktivitas untuk tiap strategi?
Menjawab
pertanyaan ini akan membutuhkan informasi yang diperoleh dari menjawab dua
pertanyaan sebelumnya.
·
Kini,
dalam skala 1 hingga 10, seberapa penting tiap area aktivitas bagi strategi
human resource kita, jika dibandingkan dengan area aktivitas lainnya?
Sebuah
jawaban terhadap pertanyaan ini dapat diperoleh dengan menggunakan hasil semua
pertanyaan sebelumnya.
2. Menyediakan sebuah peluang bagi semua anggota untuk
berpartisipasi dan khususnya mendorong ekspresi opini minoritas.
3.
Mendorong
kelompok untuk menangguhkan evaluasi hingga analisa selesai dilakukan.
4.
Menghindari
memperkenalkan ide sendiri ke dalam kelompok.
5.
Menyediakan
persiapan sebuah laporan tertulis yang menguraikan konsensus kelompok dari:
a.
tingkat
kepentingan relatif dari area-area aktivitas
b.
area
aktivitas yang akan digunakan sebagai area taktis
c.
mengapa
tiap area aktivitas yang dipilih ini penting bagi tiap strategi.
b.
Empirical Selection
Metode empirical selection
mengambil keuntungan dari fakta bahwa lokasi operasional yang berbeda dari sebuah organisasi cenderung untuk menekankan
aktivitas manajemen human resource yang berbeda. Lokasi ini dipelajari untuk
menentukan jumlah dimana aktivitas-aktivitas yang mereka tekankan memberikan
kontribusi pada pencapaian sukses dalam tujuan-tujuan human resource. Area
aktivitas yang ditemukan memberikan kontribusi paling banyak ditargetkan untuk
penggunaan taktis (Jarrel, Donald W : 1993).
Area
aktivitas dapat diidentifikasikan dengan langkah-langkah berikut:
- Melakukan sebuah audit aktivitas human resource dalam tiap lokasi
- Melakukan sebuah analisa faktor untuk mengelompokkan aktivitas ke dalam area aktivitas dan untuk menentukan tingkatan dan efektivitas aktivitas dalam tiap area aktivitas.
- Mengembangkan pengukuran kontribusi dari tiap lokasi terhadap pencapaian tujuan human resource organisasi. Pengukuran-pengukuran ini akan diaplikasikan ke aktivitas human resource dari beragam lokasi.
- Melakukan sebuah analisa regresi untuk mengembangkan hubungan antara tingkatan dan efektivitas area aktivitas dan pencapaian organisasi dalam tujuan human resource. Analisa ini akan mengungkapkan area-area aktivitas tersebut yang sangat penting bagi pencapaian tujuan strategis.
STRATEGI
|
AREA
AKTIVITAS
|
|
Mengelola perubahan teknologi
|
Kompensasi/reward
Pengembangan organisasi
Riset
|
Seleksi
Supervisi
Training
|
Memastikan suplai bakat HR yang memadai
|
Rancangan pekerjaan
Perencanaan employment
|
Aliran human resource
Training
|
Mempromosikan pengembangan karyawan
|
Aliran human resource
Pengembangan individual
|
Training
|
Mempromosikan customer service
|
Rancangan pekerjaan
Sistem support karyawan
Riset
|
Seleksi
Supervisi
|
Meningkatkan produktivitas human resource
|
Rancangan pekerjaan
Pengaruh karyawan
Sistem support karyawan
Pengembangan organisasi
|
Riset
Training
Union relation
|
Menciptakan komitmen organisasi
|
Sistem banding
Kompensasi/reward
Sistem support karyawan
Keamanan employment
|
Aliran human resource
Orientasi
Performance appraisal
Supervisi
|
Mendorong partisipasi
|
Rancangan pekerjaan
Komunikasi karyawan
Pengaruh karyawan
|
Supervisi
Training
|
Mempertahankan agar konsumen tetap puas
|
Komunikasi karyawan
Relasi karyawan
Sistem support karyawan
|
Rekrutmen
Riset
Seleksi
|
Memfokuskan pada karir karyawan
|
Konseling karir
Manajemen karir
Rancangan pekerjaan
|
Perencanaan employment
Pengembangan individual
|
Untuk audit,
pengukuran dipilih atau dikembangkan untuk menentukan tingkatan dan efektivitas
aktivitas dalam beragam lokasi. Pengukuran-pengukuran ini didasarkan pada
indeks tujuan atau pada opini penerima pelayanan jasa
human resource. Data untuk pengukuran tujuan dapat ditemukan dalam catatan
perusahaan dari operasional lokasi. Opini-opini dapat diperoleh dengan jalan
mensurvei karyawan, manajerial ataupun non-manajerial, dalam tiap lokasi
perusahaan.
Analisa ini
akan menghasilkan skor faktor yang akan digunakan dalam langkah 4. Sebuah
diskusi mengenai analisa faktor dapat ditemukan dalam teks statistik yang
paling dasar dan tidak akan dibahas disini.
Pengukuran-pengukuran
dapat dilandaskan pada indeks tujuan yang tersedia dalam catatan organisasi
atau dalam opini pengamat luar dan karyawan organisasi, khususnya eksekutif
level yang lebih tinggi. Pengukuran yang tepat untuk digunakan oleh sebuah
organisasi akan tergantung pada tujuan tertentu yang dikembangkan dalam
perencanaan strategis.
Berikut ini adalah daftar tujuan
human resource yang diambil dari Bab 4 dan sebuah contoh sebuah pengukuran
tujuan yang memungkinkan untuk tiap-tiap kompnen:
Menjadi seorang pekerja yang bertanggungjawab secara sosial – jumlah keluhan peluang employment/kerja yang setara
yang dimasukkan oleh pelamar kerja dan karyawan di sebuah lokasi
Mengembangkan kompetensi human resource untuk keunggulan
kompetitif – jumlah presentasi
undangan oleh karyawan di meeting asosiasi profesional.
Membuat investasi yang bagus dalam human resource – ketetapan untuk human capital budgeting di tiap lokasi.
Menghormati hak karyawan individual – eksistensi sebuah prosedur keluhan yang baik untuk
karyawan non-perserikatan.
Dianggap sebagai sebuah tempat yang bagus untuk bekerja – respon karyawan di tiap lokasi dalam survei
quality-of-work-life.
Mengelola human resources dalam sebuah cara yang
state-of-the-art – rata-rata
jumlah waktu antara publikasi pertama sebuah ide baru untuk manajemen human
resource dan pertimbangan penggunaannya didalam sebuah lokasi.
c.
Perbandingan
Metode Seleksi
Metode judgmental dan metode
empirical adalah alat-alat yang efektif untuk
memilih area aktivitas yang
penting bagi rencana strategis. Judgmental memfokuskan
pada strategi; sementara empirical terfokus pada tujuan strategis. Sebuah perusahaan dengan hanya satu atau dua lokasi
memiliki keterbatasan dalam metode
judgmental, tapi perusahaan dengan beragam lokasi
dapat merealisasikan keunggulan penggunaan kedua metode ini secara independen.
Karena tiap metode menyediakan bukti
yang terpisah mengenai topik- topik yang
harus dicakup dalam kebijakan-kebijakan untuk area-area aktivitas, sebuah analisa yang komprehensif akan tercapai. Hasil
independen dari dua metode ini
bertindak sebagai sebuah pengecekan dalam akurasi perencanaan strategis. Harus terdapat sejumlah besar overlap
dalam area taktis yang dirujuk
dengan metode yang berbeda. Jika hanya sedikit overlap yang eksis, komite harus mempertanyakan apakah strategi yang
dipilih memang tepat untuk tujuan
strategis organisasi.
2.1.3 Penetapan Kebijakan
Mengembangkan
kebijakan di dalam Area Aktivitas Taktis
Setelah
area aktivitas telah dipilih untuk digunakan
sebagai taktis, kebijakan-kebijakan harus dikembangkan untuk area-area tersebut. Kebijakan-kebijakan yang diadopsi harus konsisten dengan
filosofi organisasi yang menghormati SDM dan
dengan tujuan dan strategi SDM. Setidaknya
beberapa kebijakan telah ada sebelumnya bagi setiap area. Kebijakan-kebijakan ini harus direvisi sehingga bermanfaat tujuan taktis.
Analisa
yang dilakukan untuk memilih area aktivitas akan menyatakan topik spesifik dan pemilihan kata yang spesifik untuk pernyataan kebijakan. Jika area aktivitas dipilih
menggunakan metode judgmental, maka anggota komite
perencanaan taktis akan harus mempersiapkan sebuah laporan yang menyatakan
alasan-alasan yang mereka rasakan terkait melaksanakan strategi yang akan
melibatkan tiap area aktivitas yang dipilih. Alasan – alasan ini akan cenderung
merujuk pada keputusan-keputusan penting yang harus dikontrol oleh kebijakan.
Sebagai contoh, area aktivitas yang berkenaan dengan “kompensasi/reward” akan
cenderung dipilih jika salah satu strateginya adalah “menciptakan komitmen
organisasi”. Sudah ditunjukkan bahwa perlakuan yang setara dalam kompensasi
merupakan hal yang penting untuk membangun komitmen karyawan. Penalaran
menyarankan agar sebuah laporan kebijakan harus disusun sebagai berikut: “Dalam menentukan upah dan struktur
gaji, ekuitas internal akan diberikan prioritas atas pertimbangan lainnya.”
Jika area
aktivitas dipilih dengan metode empirical, perhatian terhadap
pengukuran-pengukuran yang dimasukkan dalam tiap faktor (area aktivitas) akan
menyediakan petunjuk untuk keputusan-keputusan penting yang harus dikontrol
oleh kebijakan. Pengukuran-pengukuran ini banyak dimuat pada sebuah faktor yang
harus diberikan penekanan lebih berat dalam pengembangan kebijakan. Untuk
mengilustrasikan poin ini, bayangkan bahwa pengukuran terpenting yang
dimasukkan dalam sebuah area aktivitas yang berkenaan dengan “kompensasi/reward”
adalah “tingkatan dimana posisi dievaluasi dalam sebuah cara tertentu sehingga
ekuitas dipertahankan di seluruh pabrik.” Pengukuran kedua yang diasosiasikan
dengan sebuah area aktivitas yang kurang penting, “staffing/EEO”, adalah “waktu
rata-rata yang diperlukan untuk mengisi lowongan pekerjaan.” Hasil ini
menyatakan sebuah kebijakan sebagai berikut, “Dalam menentukan upah dan
struktur gaji, ekuitas internal dari upah dan gaji individual akan diberikan
prioritas atas ekuitas eksternal.”
Dalam
prakteknya, beberapa perbedaan dalam kebijakan yang disarankan oleh dua metode
ini akan terjadi, dan judgment/penilaian harus digunakan oleh komite
perencanaan taktis untuk merekonsiliasikan perbedaan-perbedaan ini.
3.1 Proses Taktis Perencanaan SDM
Dalam Bab 3 terdapat sebuah diskusi umum
mengenai proses perencanaan taktis. Diskusi tersebut berkenaan dengan
pembentukan komite perencanaan bisnis taktis dan pandugan untuk rancangan struktur taktis. Diskusi tersebut, untuk sebagian besar
bagian, relevan dalam perencanaan taktis untuk fungsi human resource dan tidak
akan dibahas disini.
3.1.1 Komite
Perencanaan Human Resource Taktis
Komite perencanaan human resource
taktis mungkin tidak perlu sebesar komite perencanaan taktis untuk perencanaan
level usaha, grup dan bisnis karena ada lebih sedikit pekerjaan untuk
dilakukan. Dimana komite taktis unit bisnis, usaha dan grup harus merancang
struktur organisasi, kultur organisasi, dan proses-prosesnya, komite perencanaan human resource taktis harus merancang sebuah kebijakan taktis (Sudiro, Ahmad: 2010).
Meski
demikian, akan esensial bahwa komite perencanaan human resource taktis ini merupakan sebagian dari seluruh organisasi. Seperti yang disebutkan
sebelumnya, orang-orang yang beragam dan tersebar di seluruh organisasi harus
melaksanakan kebijakan-kebijakan taktis. Jika semua orang ini dapat dibujuk
untuk bertindak bersama-sama dalam rangka mencapai strategi human resource,
maka akan harus terdapat level persetujuan yang tinggi, dan penerimaan atas kebijakan-kebijakan
ini. Komite haruslah sekecil yang memungkinkan, konsisten dengan persyaratan
bahwa beragam aspek organisasi harus terwakili dengan baik.
3.1.2 Panduan untuk Perancangan sebuah Rangkaian Kebijakan
Taktis
Panduan untuk perancangan struktur distributif yang
dibahas dalam Bab 3 ini berlaku pada kebijakan tetap
taktis. Panduan ini, berlaku untuk rangkaian kebijakan taktis, adalah sebagai berikut:
·
Rangkaian kebijakan taktis
harus kompatibel dengan struktur distributif lain
– struktur organisasi, kultur organisasi, dan anggaran finansial. Untuk semakin
mempertinggi kompatibilitas ini, komite yang merancang set kebijakan taktis
human resource dan sub komite yang mendisain masing-masing struktur distributif
yang bereda harus memiliki membership yang overlapping.
·
Rangkaian kebijakan taktis
harus mengalokasikan upaya manajemen human resource untuk kembali secara bertahap.
·
Rangkaian kebijakan taktis
harus berfungsi sebagai sebuah kesatuan terintegrasi dalam mengimplementasikan
rencana strategis. Rangkaian kebijakan taktis
dan strategi human resource harus memiliki hubungan interaktif dimana
masing-masingnya disesuaikan untuk efektivitas optimum dari hubungan ini.
·
Rangkaian kebijakan taktis
harus mematuhi rancangan organisasi dan identitas organisasi.
·
Rangkaian kebijakan taktis
harus meninggalkan ruang untuk pengambilan keputusan selanjutnya oleh line
managers dan personel departemen human resource dalam operasional day-to-day.
·
Rangkaian n kebijakan
taktis harus memasukkan sebuah pernyataan kebijakan dan kapanpun rencana strategis mengalami perubahan.
·
Rangkaian kebijakan taktis
harus menghasilkan perilaku yang diinginkan.
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a. Perencanaan taktis untuk fungsi human resource
terdiri atas merancang sebuah set kebijakan yang menggerakkan operasional
harian manajemen human resource ke arah strategi dan tujuan human resource.
Kunci bagi perencanaan taktis yang baik adalah pemilihan yang seksama dari
banyaknya area aktivitas yang ada untuk mendapatkan area dengan kebijakan
taktis yang akan dikembangkan. Berusaha untuk mengontrol semua area aktivitas
akan cenderung menghilangkan upaya dan membuat kontrol yang tidak ekonomis.
b. Area aktivitas yang penting bagi rencana
strategis dapat dipilih dengan metode judgmental atau dengan metode empirical.
Di dalam metode judgmental, area-area aktivitas dipilih dengan mempertimbangkan
sebuah daftar area aktivitas standar yang komprehensif dan menimbang
masing-masing tingkat kepentingannya dalam menjalankan strategi human resource
organisasi. Hal ini bisa dilakukan hanya jika planner termasuk obyektif dan
memahami sepenuhnya area aktivitas dan juga strategi. Struktur yang tepat dalam
tugas mereka sangatlah penting disini.
c. Di dalam metode empirical, area-area aktivitas
dipilih menurut tingkat kepentingannya bagi tujuan human resource strategis.
Sebuah audit dilakukan dalam tingkatan dan efektivitas dengan mana aktivitas
human resource dilakukan di dalam organisasi. Sebuah analisa faktor dari
pengukuran audit dapat dilakukan. Analisa faktor akan muncul dari kluster
aktivitas yang dilakukan sebagai sebuah unit. Skor faktor – mewakili tingkatan
dan efektivitas dengan mana aktivitas dalam tiap area aktivitas dilaksanakan di
tiap lokasi – diregresikan terhadap pengukuran-pengukuran dari tingkatan dimana
tiap lokasi memberikan kontribusi bagi tujuan human resource strategis
organisasi. Formula regresi menyediakan sebuah basis untuk pilihan area
aktivitas yang sangat penting bagi tujuan human resource strategis. Metode ini
hanya akan mungkin dilakukan dalam organisasi yang multilokasi.
Dalam
organisasi dengan sejumlah besar lokasi operasional, akan bijak untuk
menggunakan kedua metode dalam menentukan area aktivitas karena tiap metode
menyediakan informasi komplementer yang berbeda tapi penting tentang
kebijakan-kebijakan yang diperlukan dalam organisasi. Menggunakan informasi
ini, organisasi dapat mendrafting kebijakan-kebijakan spesifik yang membentuk sebuah
set kebijakan taktis untuk menggerakkan organisasi menuju tujuan strategisnya
untuk human resources.
DAFTAR PUSTAKA
Jarrel, Donald W, (1993), Human Resource Planning, Prentice Hall, New Jersey
Sudiro, Ahmad, (2010), Perencanaan Sumber Daya Manusia, UB Press, Malang
1
Reseaarch Shows repetedly that the typical meeting does little to improve the
decisions of
Indivividual participants. See J. Scott
Armstrong, Range Forecasting, pp. 120-121
2This
Procedure is adapted from one developed by Maier. Discussion on the quality of
group Decisions, 41 no.5 (December 1975), 320-323; See p. 121.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar