PELATIHAN
Disusun
untuk melengkapi tugas terstruktur mata
kuliah Total Quality Manajemen
Oleh:
Kelompok 8
Siti Zulaikha :115020205111004
Tia Aprillia D.K. :115020202111002
Edwin Yudha :115020207111056
Ferdy
Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya
Malang
2013
PELATIHAN
Salah
satu dari unsur yang paling fundamental dari TQM adalah pengembangan personil
secara terus-menerus. Hal ini membutuhkan pendidikan, pelatihan, dan
pembelajaran.
PENDIDIKAN, PELATIHAN, DAN PEMBELAJARAN
Pendidikan
berbeda dengan pelatihan. Pelatihan bersifat spesifik, praktis, dan segera.
Yang dimaksud dengan spesifik dalam arti pelatihan berhubungan secara spesifik
dengan pekerjaan yang dilakukan. Sedangkan yang dimaksud dengan praktis dan
segera adalah bahwa apa yang sudah dilatihkan dapat diaplikasikan dengan segera
sehingga yang diberikan harus bersifat praktis.
Pelatihan
merupakan bagian dari pendidikan. Pendidikan lebih bersifat filosofis dan
teoritis. Walaupun demikian, pendidikan dan pelatihan memiliki tujuan yang
sama, yaitu pembelajaran. Di dalam pembelajaran terdapat pemahaman secara
implisit. Melalui pemahaman, karyawan dimungkinkan untuk menjadi seorang innovator, pengambil inisiatif, pemecah
masalah yang Kreatif, serta menjadikan karyawan efektif dan efisien dalam melakukan pekerjaan.
Berdasarkan
sumbernya, pelatihan dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
1. In-house atau on-site
training
2. External atau outside
training
3. Kombinasi
keduanya
In-house
training berupa on-the-job training, seminar atau lokakarya, instruksi lewat
media (video, tape, dan satelit), dan instruksi yang berbasis komputer.
Sedangkan external training terdiri dari kursus di Universitas atau perguruan
tinggi, seminar dan lokakarya yang diselenggarakan oleh Universitas dan/atau
pelatihan privat, kursus tertulis, serta pelatihan yang diadakan oleh assosiasi
dagang, organisasi profesional, dan lembaga/organisasi teknik.
Berdasarkan
kategori karyawan, pelatihan dapat berupa program orientasi karyawan baru,
pelatihan umum secara ekstensif, pelatihan job-spesific, praktik standar
setahap demi setahap, dan pelatihan peralatan, serta prosedur operasi.
FAKTOR PENYEBAB PERLUNYA PELATIHAN
Agar
tetap survive dalam pasar modern, perusahaan harus dapat bersaing secara global.
Untuk dapat berbisnis dalam skala global, perusahaan harus memperoleh
sertifikasi ISO 9000. Pelatihan menjadi syarat untuk mendapatkan sertifikasi
ISO 9000 tersebut. Ada lima faktor penyebab diperlukannya pelatihan.
1. Kualitas
angkatan kerja yang ada
Angkatan kerja terdiri dari orang-orang
yang berharap untuk memiliki pekerjaan.
Pekerjaan-pekerjaan baru dipenuhi dari angkatan kerja tersebut. Oleh karena itu
kualitas angkatan kerja merupakan hal yang penting. Kualitas disini berarti
kesiapsediaan dan potensi angkatan kerja yang ada.
Angkatan kerja yang
berkualitas tinggi adalah kelompok yang mengenyam pendidikan dengan baik dan
memiliki keterampilan intelektual dasar seperti membaca, menulis, berpikir,
mendengarkan, berbicara, dan memecahkan masalah. Orang-orang seperti itu
potensial untuk belajar dan beradaptasi dengan cepat terhadap pekerjaannya.
2. Persaingan
global
Perusahaan-perusahaan harus menyadari
bahwa mereka menghadapi persaingan dalam pasar global yang ketat. Agar dapat
memenangkan persaingan, perusahaan harus mampu menghasilkan produk yang lebih
baik dan lebih murah daripada pesaingnya. Untuk itu diperlukan senjata yang
ampuh untuk menghadapi persaingan agar tetap survive dan memiliki dominasi.
Senjata tersebut adalah pendidikan dan pelatihan.
3. Perubahan
yang cepat dan terus-menerus
Di dunia ini tidak ada satu hal pun yang
tidak berubah, kecuali perubahan itu sendiri. Perubahan terjadi dengan cepat
dan berlangsung terus-menerus. Pengetahuan dan keterampilan yang masih baru ini
mungkin besok pagi sudah menjadi usang. Dalam lingkungan seperti ini sangat
penting memperbaharui kemampuan karyawan secara konstan. Organisasi yang tidak
memahami perlunya pelatihan tidak mungkin dapat mengikuti perubahan tersebut.
4. Masalah-masalah
alih teknologi
Alih teknologi adalah perpindahan atau
transfer teknologi dari satu objek ke objek yang lain. Ada dua tahap dalam proses alih teknologi.
Tahap pertama adalah komersialisasi teknologi baru yang dikembangkan di
laboratorium riset atau oleh penemu individual.
Tahap ini merupakan pengembangan bisnis dan tidak melibatkan pelatihan.
Tahap kedua dari proses tersebut adalah difusi teknologi yang memerlukan
pelatihan. Difusi teknologi adalah proses pemindahan teknologi yang baru
dikomersialkan ke dunia untuk meningkatkan produktivitas, kualitas dan daya
saing.
Tahap kedua ini tidak
akan berlangsung dengan baik bila para karyawan yang akan menggunakan teknologi
itu belum dilatih untuk menggunakannya secara efisien dan efektif. Teknologi
tanpa didukung oleh adanya karyawan yang memahami cara penggunaannya secara
efektif, tidak akan dapat memberikan kontribusi besar pada peningkatan
produktivitas. Hambatan utama terhadap efektivitas proses alih teknologi adalah
ketakutan (kekhawatiran) akan perubahan dan ketidaktahuan akan teknologi baru
tersebut. Hambatan tersebut dapat diatasi dengan pelatihan.
5. Perubahan
keadaan demografi
Perubahan keadaan demografi menyebabkan
pelatihan menjadi semakin penting dewasa ini. Oleh karena kerja sama tim
merupakan unsur pokok dari TQM, maka pelatihan dibutuhkan untuk melatih
karyawan yang berbeda latar belakangnya agar dapat bekerja bersama secara
harmonis. Untuk mengatasi perbedaan budaya, sosial, dan jenis kelamin
dibutuhkan pelatihan, komitmen, dan perhatian.
Pelatihan karyawan memberikan manfaat sebagai
berikut:
·
Mengurangi kesalahan
produksi
·
Meningkatkan produktivitas
·
Meningkatkan/memperbaiki
kualitas
·
Mengurangi tingkat turnover
·
Biaya staf yang lebih rendah
·
Mengurangi kecelakaan
·
Meminimisasi biaya asuransi
·
Meningkatkan fleksibilitas
karyawan
·
Respon yang lebih baik
terhadap perubahan
·
Meningkatkan komunikasi
·
Kerja sama tim yang lebih
baik
·
Hubungan karyawan yang lebih
harmonis
·
Mengubah budaya perusahaan
·
Menunjukkan komitmen
manajemen terhadap kualitas
Sering
ada yang berpendapat bahwa pelatihan hanya berkaitan secara langsung dengan
pekerjaan. Edward Deming menyatakan bahwa apabila pelatihan terlalu difokuskan
pada aplikasi langsung merupakan pandangan yang keliru. Berbagai macam
pembelajaran dapat memberikan keuntungan yang tidak dapat diprediksi.
PROSES PELATIHAN YANG EFEKTIF
Ketika
akan melaksanakan pelatihan, setiap perusahaan dihadapkan pada
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
·
Pelatihan macam apa yang
kita butuhkan?
·
Siapa yang harus dilatih?
·
Dimana tempat pelatihannya?
·
Bagaimana cara pemberian pelatihan
tersebut?
·
Bagaimana cara mengetahui
efektivitas pelatihan yang telah dilakukan?
Penentuan Kebutuhan Pelatihan
Perbaikan
kualitas yang dilakukan dengan terburu-buru sering menyebabkan diambilnya
keputusan yang salah tentang jenis pelatihan yang akan diberikan.
Kesalahan-kesalahan yang paling umum terjadi adalah sebagai berikut:
§ Seorang
pelanggan mengatakan kepada suatu perusahaan bahwa ia mempunyai keterampilan
baru untuk perusahaan tersebut. Mendapatkan informasi demikian, perusahaan yang
bersangkutan segera memberikan keterampilan tersebut kepada karyawan tanpa
mengetahui apakah karyawannya telah siap untuk mempelajarinya.
§ Suatu
perusahaan membeli peralatan baru untuk membuat produk baru atau melakukan
perancangan ulang untuk suatu proses tanpa mempertimbangkan aspek pelatihan
terlebih dahulu.
§ Suatu
perusahaan mulai melaksanakan pelatihan umum mengenai konsep kualitas secara
luas tanpa menghiraukan bagaimana karyawannya akan menerapkan konsep tersebut
dalam pekerjaan mereka sehari-hari agar kualitasnya menjadi lebih baik.
§ Suatu
perusahaan mengetahui bahwa pesaingnya sedang menerapkan teknik kualitas
tertentu atau manajer perusahaan tersebut membaca dari majalah atau surat kabar
bahwa teknik tersebut sedang populer, sehingga dengan segera manajer itu memutuskan untuk melaksanakan
pelatihan mengenai penerapan teknik
kualitas tersebut tanpa memikirkan apakah hal
tersebut cocok bagi perusahaannya.
Seharusnya
proses pelatihan dimulai dengan mengumpulkan data dan informasi yang dapat
menggambarkan jenis keterampilan yang dimiliki karyawan saat ini dan
keterampilan apa yang mereka perlukan untuk mencapai rencana jangka pendek dan
jangka panjang perusahaan, memuaskan pelanggan, dan memperbaiki kualitas.
Setelah data dikumpulkan dari bermacam-macam sumber, data tersebut dianalisis
dan akhirnya kebutuhan akan pelatihan dapat ditentukan.
Pendekatan
yang dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan akan pelatihan adalah sebagai
berikut:
1. Menentukan
keterampilan karyawan yang diperlukan untuk mencapai strategi kualitas
perusahaan.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan
oleh para manajer untuk menentukan kebutuhan akan pelatihan, diantaranya:
·
Observasi
Manajer
dapat melakukan observasi terhadap beberapa aspek pokok. Misalnya apakah
terdapat masalah-masalah yang spesifik dalam perusahaan? Apakah karyawan
menghadapi masalah dalam melakukan tugas-tugas tertentu? Apakah pekerjaan
secara konsisten mendukung proses?
·
Wawancara
Manajer
dapat mewawancarai para karyawan agar mereka mengungkapkan kebutuhan mereka
berdasarkan keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki. Karyawan mengetahui
tugas yang harus mereka kerjakan setiap hari. Mereka juga mengetahui tugas mana
yang dapat mereka kerjakan dengan baik,
mana yang tidak, dan mana yang tidak dapat mereka kerjakan sama sekali. Sesi branstorming sangat efektif dalam proses perbaikan yang
berkesinambungan bila karyawan bersedia
mengemukakan pikiran dan pendapatnya.
·
Survei job task analysis
Dalam
pendekatan ini dilakukan analisis terhadap dua aspek utama. Pertama, aspek pekerjaan secara
keseluruhan. Kedua, aspek pengetahuan, keterampilan, serta sikap yang dibutuhkan
untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Berdasarkan informasi dari hasil
analisis tersebut, maka instrumen survei dikembangkan dan disebarkan pada
karyawan yang masih melaksanakan pekerjaan yang diteliti.
Dalam
mengembangkan instrumen survai ada baiknya melibatkan karyawan yang akan
disurvai agar informasi yang diperoleh lengkap dan tidak mengabaikan
kriteria-kriteria seperti keterampilan kerja sama tim, sensitivitas terhadap
umpan balik pelanggan (terutama pelanggan internal), dan keterampilan
interpersonal.
·
Focus group
Dalam
metode ini, kelompok-kelompok karyawan tertentu diminta untuk membicarakan
siklus kualitas mereka yang berkaitan dengan pelatihan. Rapat yang dilakukan
tanpa manajer atau penyelia tersebut akan menjadi lebih terbuka untuk menyadari
bahwa mereka memerlukan Pelatihan.
·
Sistem saran
Sistem
saran organisasi (baik melalui kotak saran, maupun saran yang diajukan secara
langsung) juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan akan
pelatihan.
2. Melakukan
penilaian kebutuhan secara periodik untuk mengidentifikasi topik-topik yang
baru.
3. Menggunakan
proses identifikasi kebutuhan berkelanjutan yang meliputi evaluasi terhadap
pelatihan yang telah diikuti oleh karyawan dan saran dari unit
bisnis maupun para manajer akan diperlukannya suatu Pelatihan baru.
4. Melakukan
benchmark terhadap perusahaan-perusahaan lain dalam industri yang sama untuk
menentukan apa yang mereka lakukan dan di mana mereka melaksanakan program
pelatihannya.
Peserta
Pelatihan
Perusahaan yang ingin
memperoleh manfaat dari TQM dan SPC harus memberikan pelatihan pada setiap
orang di perusahaan tersebut. Manajemen eksekutif terlebih dahulu harus diberi
pengertian mengenai orientasi
terhadap filosofi TQM, termasuk eksplorasi, mengenai TQM, manfaat implementasi TQM, hambatan untuk
mencapai kesuksesan, dan penggunaan alai-alat TQM/SPC. Komponen pelatihan yang
penting bagi manajemen
eksekutif meliputi peranan dan tanggung jawab manajemen, serta perencanaan
strategis dan operasional.
Manajer
level menengah atau penyelia diberi pelatihan seperti manajemen eksekutif.
Tetapi perbedaannya adalah bahwa aspek perencanaan strategic lebih banyak
ditekankan pada pelatihan bagi manajemen eksekutif. Waktu pelatihan lebih
dialokasikan untuk alat dan teknik-teknik TQM/SPC dengan tambahan sedikit perhatian
pada masalah lingkungan dan aktivitas perilaku yang akan mendukung TQM/SPC.
Pelatihan
pada staf teknis/profesional ditekankan pada keterampilan pemecahan masalah
dengan menggunakan alat dan teknik kuantitatif, seperti diagram Pareto,
distribusi frekuensi, histogram, perencanaan sampling, konstruksi diagram pengendalian,
dan interpretasinya.
Pelatihan
juga diberikan pada individu-individu yang akan berperan sebagai pelatih atau
facilitator dalam in-house training mengenai TQM/SPC. Kelompok individu
tersebut kemudian akan :
·
Mempersiapkan pelatihan
TQM/SPC sebelum di implementasikan.
·
Berperan sebagai fasilitator
pada tim perbaikan proses untuk menjamin bahwa tim berfungsi secara efektif dan
alat serta teknik TQM/SPC digunakan dengan tepat.
·
Mempersiapkan pelatihan
TQM/SPC yang lebih fresh kepada karyawan.
·
Melatih karyawan baru.
Tempat
Pelatihan
Pelatihan dapat dilakukan
dengan on-site atau off-site. Terdapat keunggulan dan kelemahan apabila
menggunakan on-site maupun off-site training. Dalam memilih mana yang
lebih sesuai, perusahaan harus mempertimbangkan faktor-faktor pada
masing-masing jenis pelatihan. Keunggulan on-site training antara lain:
·
Mengurangi biaya pelatihan
·
Menghapus biaya transportasi
·
Skedul pelatihan fleksibel
·
Mengurangi gangguan terhadap
operasi sehari-hari
Sedangkan keunggulan
off-site training antara lain:
·
Memberikan kesan kepada karyawan
bahwa kualitas itu sungguh-sungguh penting, sehingga perusahaan berupaya untuk mengadakan
pelatihan di luar perusahaan.
·
Gangguan lebih sedikit
·
Lebih sedikit interupsi
·
Educational setting yang ada
lebih sesuai dengan ukuran dan komposisi kelas.
Materi dan Isi Pelatihan
Masalah yang kompleks
timbul dalam pemilihan dan pengembangan materi pelatihan. Tetapi pilihan yang
diambil tergantung pada isi pelatihan, desain instruksional, dan alat bantu
pelatihan. Gambar 8-1 menyajikan pendekatan sistem yang digunakan untuk pengembangan pelatihan TQM / SPC. Jaminan
kesuksesan pelatihan TQM/SPC tergantung pada strategi-strategi tertentu yaitu:
1. Penentuan
tujuan pelatihan Tujuan pelatihan seharusnya jelas, berorientasi pada kinerja, dan
dapat diukur secara kuantitatif. Tujuan yang baik tidak terbatas pada isi
teknis, tapi lebih berorientasi pada tindakan (action) dan kesesuaian dengan
tempat kerja.
2. Menyediakan
manual pelatihan untuk mencapai tujuan pelatihan Manual yang banyak sesuai
untuk konsep-konsep dan istilah-istilah yang sangat teknis untuk memberikan
pesan bahwa perbaikan kualitas merupakan hal yang penting. Tetapi apabila hal
tersebut digunakan di dalam kelas justru akan menjadi intimidasi dan sesuatu
hal yang terlalu berlebihan. Banyak pelatih telah menyadari bahwa semakin
banyak manual dan semakin kompleks bahasa yang digunakan, semakin kecil kemungkinan
bahwa apa yang dilatihkan akan digunakan setelah pelatihan.
Manual pelatihan TQM/SPC yang baik meminimisasi
penggunaan jorgon teknis dan bahasa yang kompleks, serta memberikan
banyak contoh yang memungkinkan peserta pelatihan secara langsung dapat
mengaitkan alat-alat TQM/SPC dengan tanggung jawab terhadap tugasnya
masing-masing.
3. Isi
pelatihan kualitas harus terdiri dari komponen teknik dan perilaku. Hal ini terutama berlaku pada pelatihan untuk
manajer dan penyelia. Komponen teknis tradisional dari pelatihan dan implementasi
kualitas meliputi konsep, prinsip, dan teknik TOM. Yang tidak kalah penting
adalah komponen perilaku dari implementasi TQM sesuai dengan keterampilan dan
teknik yang diperlukan manajer dan penyelia untuk mendorong karyawan agar
menerima konsep TQM dan berpartisipasi dalam perbaikan kualitas yang
berkesinambungan.
Kebanyakan perusahaan
menyertakan topik-topik di bawah ini di dalam pelatihan kualitas:
·
Kesadaran akan kualitas
·
Pengukuran kualitas
(pengukuran kinerja/ benchmarking biaya kualitas, analisis data)
·
Manajemen proses dan pencegahan
defect
·
Pembentukan tim dan
pelatihan kualitas
·
Fokus pada pelanggan dan
pasar
·
Statistika dan metode
statistika
Pemberian
Pelatihan
Ada
5 macam strategi untuk memaksimalkan sumber daya pelatihan, yaitu (Goestch dan
Davis, 1994, pp.325-326);
1.
Membentuk kualitas dari
awal. Lakukan dengan benar dari awal (do it right from the first time).
2.
Merancang dari yang kecil Jangan
mencoba untuk menyelenggarakan pelatihan bagi semua orang mengenai segala hal.
Buat kegiatan yang spesifik dengan tujuan yang spesifik.
3.
Berpikir kreatif. Jangan
menganggap bahwa pendekatan tradisional adalah yang terbaik. Penggunaan video,
video interaktif, atau one-on-one peer training mungkin lebih efektif untuk
keadaan tertentu.
4.
Melihat-lihat dulu. Sebelum
membeli jasa pelatihan, lakukan analisis menyeluruh terhadap tujuan pekerjaan
yang spesifik. Putuskan apa yang
diinginkan dan yakinkan perusahaan yang diajak dalam perjanjian tersebut.
5.
Preview dan customize. Jangan
pernah membeli produk pelatihan (video, manual, dan sebagainya) tanpa
meninjaunya terlebih dahulu.
Evaluasi
Pelatihan
Evaluasi pelatihan
dimulai dari pernyataan tujuan yang jelas. Tujuan yang luas tidak akan
membingungkan bila di buatkan sasaran pelatihan yang lebih spesifik. Tujuan
pelatihan merupakan konsep yang luas. Sasaran tersebut menerjemahkan tujuan
tersebut menjadi lebih spesifik dan dapat diukur.
Tujuan
pelatihan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
karyawan, serta meningkatkan kualitas dan produktifitas organisasi secara
keseluruhan sehingga organisasi menjadi lebih kompetitif. Dengan kata lain,
tujuan pelatihan adalah meningkatkan kinerja, dan pada gilirannya akan
meningkatkan daya saing. Untuk mengetahui apakah pelatihan telah meningkatkan
kinerja, manajer perlu mengetahui 3
hal berikut:
- Apakah
pelatihan yang diberikan itu sahih (valid)?
- Apakah
karyawan mempelajarinya?
- Sudahkah
kegiatan pembelajaran tersebut menimbulkan perbedaan?
Pelatihan
yang sahih adalah pelatihan yang konsisten dengan tujuan pelatihan.
Mengevaluasi validitas pelatihan dilakukan dengan dua tahap proses. Tahap pertama
adalah membandingkan dokumentasi tertulis mengenai pelatihan (outline
kursus, rencana pelajaran, kurikulum, dan sebagainya) dengan sasaran pelatihan.
Bila pelatihan sahih dalam rancangan dan isi, dokumentasi tertulis akan sesuai
dengan sasaran pelatihan. Tahap kedua adalah menentukan apakah
pelatihan yang diberikan benar-benar konsisten dengan dokumentasi tersebut.
Untuk
menentukan apakah karyawan sudah mempelajari apa yang diberikan dapat dilakukan
dengan memberikan tes, tetapi tes tersebut harus didasarkan pada sasaran pelatihan.
Jika pelatihan tersebut sahih dan karyawan telah mempelajarinya, pelatihan
tersebut seharusnya menghasilkan perbedaan dalam kinerja mereka. Kinerja
seharusnya meningkat. Berarti kualitas dari produktifitasnya juga seharusnya
meningkat. Manajer dapat membandingkan kinerja sebelum dan sesudah pelatihan
untuk melihat apakah pelatihan tersebut telah meningkatkan kinerja.
Evaluasi
dengan kertas dan pensil saja bukan merupakan bentuk evaluasi yang memadai.
Evaluasi tersebut lebih mengukur kharisma instruktur daripada keterampilan,
prinsip, dan aplikasi yang dimiliki oleh peserta pelatihan. Ukuran kesuksesan
dari pelatihan dilihat dari apakah karyawan menggunakan alat-alat dan teknik
TQM dalam proses pengembangan tim dan apakah mereka melaksanakan tanggung jawab
kerjanya. Tindak lanjut evaluasi secara formal harus dilakukan dalam jangka
waktu 60 hari, 6 bulan, dan 1 tahun setelah latihan selesai.
PENDEKATAN
DALAM PEMBERIAN PELATIHAN
Ada
tiga macam pendekatan pokok dalam pemberian pelatihan, yaitu pendekatan
internal, pendekatan eksternal, dan pendekatan kemitraan.
Pendekatan
Internal
Pendekatan internal
adalah pendekatan yang digunakan untuk memberikan pelatihan dengan fasilitas
organisasi. Pendekatan ini meliputi one-on-one training, on-the job computer-based
training, formal group instruction, dan media-based instruction. One-on-one
training dilaksanakan dengan menempatkan karyawan yang kurang terampil dan
belum berpengalaman di bawah instruksi karyawan yang lebih terampil dan
berpengalaman: Pendekatan ini sering digunakan bila ada karyawan yang baru di rekrut.
Pendekatan ini efektif juga untuk mempersiapkan penggantian bagi karyawan yang merencanakan untuk pensiun
atau keluar.
Computer-based
training
terbukti sebagai pendekatan internal yang
efektif. Penerapannya sangat cocok untuk memberikan pengetahuan umum. Metode
ini bersifat self-paced, individualized, dan dapat menyajikan umpan
balik yang cepat dan terus-menerus kepada pemakainya.
Dalam
formal group instruction, sejumlah karyawan yang memerlukan pelatihan
umum dilatih bersama. Metode itu meliputi kuliah, demonstrasi, penggunaan
multimedia, sesi tanya jawab, permainan peran (role playing), dan
simulasi.
Media-based
instruction digunakan secara luas dalam pendekatan
internal. Cara yang paling sederhana dilakukan dengan bantuan satu set
audiotapes. Sedangkan yang lebih komprehensif menggunakan video dan buku kerja.
Pemanfaatan laser disk interaktif (kombinasi antara komputer, video, dan
teknologi laser disk) juga efektif untuk digunakan dalam pendekatan internal.
Pendekatan Eksternal
Pendekatan eksternal
adalah pendekatan yang dilaksanakan dengan jalan mendaftarkan karyawan pada
program atau kegiatan yang diberikan oleh lembaga pemerintah, lembaga swasta,
organisasi profesional, dan perusahaan pelatihan swasta. Pendekatan yang
paling sering dilakukan adalah mendaftarkan karyawan dalam pelatihan jangka
pendek dalam jam kerja, dan mendaftarkan karyawan dalam pelatihan jangka
panjang seperti kursus-kursus. Pendekatan eksternal terutama digunakan untuk
mengembangkan keterampilan umum.
Pendekatan
Kemitraan
Dewasa iri mulai
banyak dijalin kemitraan antara perusahaan dengan perguruan tinggi untuk
memberikan customized training. Kemitraan dengan perguruan tinggi
memberikan keuntungan kepada perusahaan yang ingin menyelenggarakan pelatihan
bagi karyawannya. Perguruan tinggi memiliki tenaga profesional dalam bidang
pendidikan dan pelatihan. Mereka sangat memahami cara mentransformasikan tujuan
pelatihan ke dalam materi pelatihan yang bersifat customized. Perguruan tinggi
juga memiliki sumber daya yang dapat mengurangi atau menghemat biaya pelatihan organisasi.
Keuntungan lainnya adalah adanya kredibilitas, formalisasi, standardisasi, dan
fleksibilitas.
Terlepas
dari pendekatan yang digunakan dalam memberikan pelatihan, menurut Juran ada
tiga keputusan penting yang harus dibuat berkaitan dengan pelatihan.
1. Apakah
pelatihan bersifat suka rela atau wajib?
Bila
pelatihan merupakan bagian yang penting dari TQM dan organisasi komite terhadap
TQM, maka pelatihan seharusnya bersifat wajib.
2. Bagaimana
pelatihan seharusnya dirangkai?
Meskipun
penekanan dalam lingkungan TQM adalah bottom -up dalam hal jumlah
pelatihan yang diberikan, rangkaian
pelatihan bersifat top-down. Dengan kata lain, manajer menerima
pelatihan yang lebih sedikit daripada karyawan, tetapi mereka menerimanya
pertama kali.
3. Apa
yang seharusnya diajarkan?
Materi
pelatihan disesuaikan dengan sasaran organisasi mengenai kualitas, produktifitas,
dan daya saing. Seperti yang telah dijelaskan dalam Bab ini, kebutuhan akan
pelatihan ditentukan dengan membandingkan antara pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran organisasi. Gap antara apa yang
dibutuhkan dan apa yang ada saat ini dapat ditutup dengan memberikan pelatihan
yang tepat.
PRINSIP-PRINSIP
PEMBELAJARAN
Prinsip-prinsip
pembelajaran merangkum apa yang diketahui dan diterima secara luas mengenai
bagaimana orang belajar. Pelatih dapat melaksanakan tugasnya dengan lebih baik
bila memahami prinsip-prinsip berikut:
·
Orang akan belajar
sebaik-baiknya bila mereka siap untuk belajar. Anda
tidak dapat memaksa karyawan untuk mempelajari segala sesuatu. Yang dapat Anda
lakukan adalah membuat mereka ingin belajar. Oleh karena itu waktu yang
digunakan untuk memotivasi karyawan agar ingin belajar merupakan waktu yang
berguna. Sebelum memberikan instruksi, jelaskan mengapa karyawan perlu belajar dan
bagaimana mereka dan organisasi akan saling menguntungkan bila mereka bersedia
melakukannya.
·
Orang belajar lebih mudah
apabila apa yang mereka pelajari dapat dikaitkan dengan sesuatu yang sudah
mereka ketahui. Mulailah setiap kegiatan belajar yang
baru dengan mereview apa yang telah diajarkan hari sebelumnya.
·
Orang belajar sebaik-baiknya
dengan cara setahap demi setahap.
Belajar seharusnya di organisasi dalam urutan yang logis dari yang konkrit ke
abstrak, dari yang sederhana ke kompleks, dan dari apa yang sudah
diketahui ke yang belum diketahui.
·
Orang belajar dengan
melakukannya(learning by doing). Prinsip ini mungkin
merupakan prinsip yang paling penting dipahami oleh pelatih. Pelatih yang belum
berpengalaman cenderung bingung dalam berbicara (demonstrasi atau memberi
kuliah) dan mengajar. Hal tersebut dapat menjadi bagian dari proses mengajar,
tetapi hanya sebagian kecil saja bila tidak diikuti dengan kegiatan aplikasi
yang mensyaratkan pelajar untuk melakukan sesuatu.
·
Semakin sering seseorang
menggunakan apa yang ia pelajari, semakin baik ingatan dan pemahamannya. Hal
ini berarti bahwa pengulangan dan aplikasi seharusnya dilekatkan pada proses
belajar.
·
Sukses dalam belajar cenderung
merangsang untuk belajar lebih banyak Pelatih
perlu mengorganisasikan pelatihan ke dalam segmen-segmen yang cukup singkat
sehingga pelajar dapat melihat kemajuannya.
·
Orang butuh umpan balik
dengan segera dan terus-menerus untuk mengetahui apakah mereka telah belajar.
Orang
yang belajar ingin mengetahui dengan segera dan terus-menerus bagaimana mereka
melakukan sesuatu. Pelatih seharusnya berkonsentrasi pada pemberian umpan
balik yang terus-menerus dan segera.
PENYEBAB KEGAGALAN PELATIHAN
Tidak
selamanya suatu pelatihan yang dilakukan akar. berhasil, bahkan banyak
pelatihan yang gagal. Banyak faktor yang menyebabkan kegagalan suatu pelatihan.
Misalnya pengajaran yang tidak baik, materi kurikulum pelatihan yang tidak tepat, perencanaan yang
jelek, dana yang tidak memadai, dan kurangnya komitmen. Juran. mengemukakan 2
penyebab utama yang lebih serius dan seringkali terjadi, yaitu:
·
Kurangnya partisipasi manajemen dalam
perencanaan Setiap orang perlu level operasional perlu dilibatkan dalam
perencanaan pelatihan. Dengan demikian manajemen dan level operasional bersama-sama
merencanakan kebutuhan akan pelatihan.
·
Jangkauan
(scope) yang terlalu sempit. Pelatihan yang bertujuan memperbaiki kualitas
harus dimulai dari aspek yang luas dan umum, baru ke aspek yang lebih spesifik.
Seringkali organisasi langsung memberikan pelatihan mengenai aspek-aspek TQM tertentu sebelum para karyawannya
memahami kerangka umumnya.
KURIKULUM
PELATIHAN KUALITAS
Supaya seorang manajer
dapat menjalankan peranan kepemimpinannya dalam lingkungan TQM, minimal ia
harus dilatih mengenai Trilogi Juran, yaitu perencanaan, pengendalian, dan
perbaikan kualitas. Kurikulum pelatihan tersebut secara ringkas diuraikan pada
bagian berikut.
1. Pelatihan
Perencanaan Kualitas
Perencanaan
kualitas harus mencakup topik-topik sebagai berikut:
· Manajemen
strategik terhadap kualitas
· Kebijakan
kualitas dan penyebarluasannya
· Sasaran
strategik kualitas dan penyebarluasannya
· Trilogi
Juran
· Big
Q dan Little Q
· Konsep
triple-role
· Alur
perencanaan kualitas
· Pelanggan
internal dan eksternal
· Cara
mengidentifikasi pelanggan
· Perencanaan
mengenai proses-proses makro
· Perencanaan
mengenai proses-proses mikro
· Desain
produk
· Perencanaan
mengenai pengendalian proses
· Transfer
ke operasi
· Santayana
review
· Alat-alat
perencanaan
2. Pelatihan Pengendalian
Kualitas
Pelatihan
pengendalian kualitas harus meliputi topik-topik berikut:
· Manajemen
strategik terhadap kualitas
· Umpan
balik dalam pengendalian kualitas
· Kemampuan
melakukan pengendalian
· Perencanaan
mengenai pengendalian
· Subjek
pengendalian
· Tanggung
jawab pengendalian
· Cara
mengevaluasi kinerja
· Interpretasi
data statistik dan ekonomi
· Pengambilan
keputusan
· Tindakan
perbaikan
· Audit
jaminan kualitas
· Alat-alat
pengendalian
3. Pelatihan
Perbaikan Kualitas
Pelatihan
mengenai komponen ketiga dari Trilogi Juran ini harus mencakup topik-topik:
· Manajemen
strategik terhadap kualitas
· Trilogi
Juran
· Dewan
Kualitas dan tanggung jawabnya
· Biaya
akibat kualitas yang jelek: bagaimana memperkirakannya
· Konsep
project-by-project
· Memperkirakan
ROI (return on investment)
· Nominasi,
penyaringan, dan pemilihan proyek-proyek
· infrastruktur
perbaikan kualitas
· Proyek
perbaikan proses makro
· Diagnostic
journey
· Remedial
journey
· Peninjauan
atas kemajuan yang dicapai
· Penggunaan
pengakuan dan penghargaan untuk meningkatkan motivasi
· Alat
dan teknik perbaikan kualitas
Dengan
melakukan standarisasi kurikulum seperti di atas, maka perusahaan lebih mudah
mencapai konsistensi kinerja yang sangat penting dalam lingkungan TQM. Adanya
konsistensi kinerja memudahkan pengukuran dan perbaikan kinerja tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar