Selasa, 29 Oktober 2013

PERENCANAAN TAKTIS UNTUK MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Dalam proses manajemen, yang menjadi titik awalnya adalah perencanaan. Jadi perencanaan sebagai awal kita melakukan proses manajemen sebelum kita melakukan pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan.
Menurut George R. Terry perencanaan adalah: “planning is the selecting and relating of fact and the making and using of assumption regarding the future in the visualization and formulating of proposed activities believed necessary to achieve desired result”. Dalam pengertian tersebut bisa kita simpulkan antara lain:

1.   Perencanaan merupakan kegiatan yang harus didasarkan pada fakta, data dan                      keterangan kongkret.
2. Perencanaan merupakan suatu pekerjaan mental yang memerlukan pemikiran, imajinasi dan kesanggupan melihat ke masa yang akan datang.
3.   Perencanaan mengenai masa yang akan datang dan menyangkut tindakan-tindakan apa yang dapat dilakukan terhadap hambatan yang mengganggu kelancaran usaha.

            Pada intinya perencanaan dibuat sebagai upaya untuk merumuskan apa yang sesungguhnya ingin dicapai oleh sebuah organisasi melalui serangkaian rumusan rencana kegiatan tertentu. Dalam hal ini, tidak ada unit organisasi yang dapat ditunjuk memiliki tanggungjawab satu-satunya untuk melaksanakan fungsi human resource (sumber daya manusia). Namun, fungsi ini dilakukan oleh beragam kelompok orang yang tersebar di seluruh organisasi – dari mulai chief executive officer hingga line managers dan personalia yang bekerja di dalam departemen human resources. Bagaimana semua komponen ini berlangsung untuk bertindak bersama-sama dalam rangka mencapai strategi-strategi human resource? Pengembangan kebijakan taktis akan mengkoordinasikan beragam komponen untuk mencapai tujuan human resource strategis dengan upaya organisasi efisien.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Konsep Taktis Perencanaan SDM
Perencanaan taktis adalah alokasi sumberdaya sebuah organisasi untuk  kegunaan khusus di dalam unit organisasi dan posisi pekerjaan. Pada level fungsional perencanaan taktis menjadi sebuah alokasi upaya sumber daya manusia. Planner harus memilih area-area yang akan menerima upaya langsung mereka atas nama strategi dan tujuan organisasi. Kemudian kebijakan-kebijakan taktis dikembangkan untuk area-area tertentu agar bisa memastikan bahwa upaya ini diarahkan di seluruh organisasi. Kebijakan-kebijakan taktis ini harus memiliki presedensi atas kebijakan non taktis lain.
          Dua konsep yang sangat sentral bagi perencanaan taktis untuk human resources, adalah area aktivitas dan policy set (kumpulan kebijakan). Area aktivitas adalah kluster aktivitas yang dapat dikontrol oleh sebuah pernyataan kebijakan umum. Sedangkan Policy Set adalah kelompok kebijakan yang bersama-sama mengontrol semua area aktivitas taktis.
2.1.1  Area Aktivitas
          Identifikasi area aktivitas merupakan bagian yang paling pokok bagi perencanaan taktis untuk fungsi human resource. Dengan memilih area-area tersebut yang harus diperhatikan bagi rencana strategis adalah komite perencanaan human resource taktis harus mengkonsentrasikan kontrol untuk area-area yang telah ditentukan  serta membantu untuk memastikan bahwa intensi dari rencana strategis sudah direalisasikan.
          Area aktivitas yang penting bagi rencana human resource strategis dari organisasi adalah sebagai berikut1:

              Sistem banding                     Aliran human resource
              Benefit dan services             Pengembangan individual
              Manajemen karir                   Pengembangan organisasi
              Konseling karir                     Orientasi
              Kompensasi/reward              Performance appraisal
              Rancangan kerja                   Penempatan
              Disiplin (bidang ilmu)           Rekrutmen
              Komunikasi karyawan           Riset
              Pengaruh karyawan               Penjadwalan kerja
              Relasi karyawan                   Seleksi
              Sistem support karyawan      Supervisi
              Perencanaan employment      Training
              Keamanan employment         Union relation
              Kesehatan dan safety
2.1.2 Taktis Pemilihan Area Aktivitas
          Terdapat dua metode untuk mengidentifikasikan area-area aktivitas. Satu adalah judgmental selection (Taktis pemilihan penghakiman) dan yang lainnya adalah empirical selection (). Judgmental selection melandaskan pilihan area aktivitas terhadap kontribusi strategi human resources. Empirical selection melandaskan pilihan dalam kontribusi terhadap tujuan human resources. Organisasi kecil dengan operasional di satu atau sejumlah kecil lokasi dapat menggunakan metode judgmental selection. Organisasi yang lebih besar dengan operasional di banyak lokasi dapat menggunakan metode judgmental dan empirical selection.
a.    Judgmental Selection
Dalam judgmental selection, komite mempersiapkan sebuah daftar area aktivitas manajemen human resource yang dipercaya untuk memasukkan semua aktivitas yang dilakukan dalam organisasi. Komite kemudian mengevaluasi masing-masing area dalam hal tingkat kepentingannya terkait pelaksanaan organisasi strategi human resource. Proses ini menggunakan sebuah meeting khusus yang terstruktur, dan serangkaian meeting yang dirancang untuk mengurangi kecenderungan partisipan individual dalam menyesuaikan diri dengan opini kelompok ataupun opini leader1. Struktur dari meeting akan memungkinkan anggota komite untuk mengembangkan sebuah pemahaman bersama dan menyeluruh terhadap area-area aktivitas dan strategi human resources, hal ini akan mensuplai informasi yang dibutuhkan untuk memilih area-area aktivitas,  dan hal ini akan mendorong penggunaan informasi yang obyektif. Meeting harus menggunakan fasilitator dari luar yang akan memfasilitasi pekerjaan  kelompok dan tidak memimpin kelompok. Hal ini menghindari kecenderungan umum lain dari partisipan meeting, untuk memindahkan tanggungjawab untuk hasil kepada leader. Fasilitator akan melakukan pekerjaan berikut ini2:
1.    Mempersiapkan meeting dengan jalan menguraikan tugas untuk grup atau kelompok. Dekomposisi dari tugas-tugas yang kompleks ke dalam tugas-tugas yang sederhana akan dapat meningkatkan akurasi keputusan yang dibuat dengan memungkinkan penggunaan informasi dalam sebuah cara yang lebih efisien. Tugas menyeluruh dari komite adalah untuk menjawab pertanyaan: Seberapa penting masing-masing area aktivitas ini bagi srategi human resource, jika dibandingkan dengan area aktivitas lain? Fasilitator dapat memecah pertanyaan ini menjadi serangkaian pertanyaan yang lebih sederhana, misalnya:
·      Hasil apa yang dicapai oleh tiap area aktivitas?
Orang-orang yang terlibat dalam aktivitas bisa diminta untuk menyatakan hasil yang mereka amati selama melakukan aktivitas. Misalnya, sebuah hasil pengamatan dari area aktivitas “sistem banding” bisa jadi “perlakuan yang setara dari karyawan”.
·      Seberapa penting masing-masing hasil ini bagi tiap strategi human resource organisasi?
Ahli teori human resource ataupun para praktisi dapat diminta untuk memberikan briefing kepada anggota komite mengenai apakah outcome dari tiap area aktivitas merupakan prakondisi untuk melaksanakan tiap strategi. Contoh, ahli teori human resource ataupun para praktisi dapat menyarankan anggota komite bahwa “perlakuan yang setara dari karyawan” adalah sebuah prakondisi untuk pencapaian strategi “menciptakan komitmen organisasi” tapi cenderung bukan merupakan kondisi penting untuk strategi “memastikan suplay bakat karyawan yang memadai”.
·      Dalam skala 1 hingga 10, seberapa penting tiap area aktivitas untuk tiap strategi?
Menjawab pertanyaan ini akan membutuhkan informasi yang diperoleh dari menjawab dua pertanyaan sebelumnya.
·      Kini, dalam skala 1 hingga 10, seberapa penting tiap area aktivitas bagi strategi human resource kita, jika dibandingkan dengan area aktivitas lainnya?
Sebuah jawaban terhadap pertanyaan ini dapat diperoleh dengan menggunakan hasil semua pertanyaan sebelumnya.
2.    Menyediakan sebuah peluang bagi semua anggota untuk berpartisipasi dan khususnya mendorong ekspresi opini minoritas.
3.    Mendorong kelompok untuk menangguhkan evaluasi hingga analisa selesai dilakukan.
4.    Menghindari memperkenalkan ide sendiri ke dalam kelompok.
5.    Menyediakan persiapan sebuah laporan tertulis yang menguraikan konsensus kelompok dari:
a.    tingkat kepentingan relatif dari area-area aktivitas
b.    area aktivitas yang akan digunakan sebagai area taktis
c.    mengapa tiap area aktivitas yang dipilih ini penting bagi tiap strategi.
b.   Empirical Selection
Metode empirical selection mengambil keuntungan dari fakta bahwa lokasi operasional yang berbeda dari sebuah organisasi cenderung untuk menekankan aktivitas manajemen human resource yang berbeda. Lokasi ini dipelajari untuk menentukan jumlah dimana aktivitas-aktivitas yang mereka tekankan memberikan kontribusi pada pencapaian sukses dalam tujuan-tujuan human resource. Area aktivitas yang ditemukan memberikan kontribusi paling banyak ditargetkan untuk penggunaan taktis (Jarrel, Donald W : 1993).
          Area aktivitas dapat diidentifikasikan dengan langkah-langkah berikut:
  1. Melakukan sebuah audit aktivitas human resource dalam tiap lokasi
  1. Melakukan sebuah analisa faktor untuk mengelompokkan aktivitas ke dalam area aktivitas dan untuk menentukan tingkatan dan efektivitas aktivitas dalam tiap area aktivitas.
  1. Mengembangkan pengukuran kontribusi dari tiap lokasi terhadap pencapaian tujuan human resource organisasi. Pengukuran-pengukuran ini akan diaplikasikan ke aktivitas human resource dari beragam lokasi.
  1. Melakukan sebuah analisa regresi untuk mengembangkan hubungan antara tingkatan dan efektivitas area aktivitas dan pencapaian organisasi dalam tujuan human resource. Analisa ini akan mengungkapkan area-area aktivitas tersebut yang sangat penting bagi pencapaian tujuan strategis.
STRATEGI
AREA AKTIVITAS
Mengelola perubahan teknologi
Kompensasi/reward
Pengembangan organisasi
Riset
Seleksi
Supervisi
Training
Memastikan suplai bakat HR yang memadai
Rancangan pekerjaan
Perencanaan employment
Aliran human resource
Training
Mempromosikan pengembangan karyawan
Aliran human resource
Pengembangan individual
Training
Mempromosikan customer service
Rancangan pekerjaan
Sistem support karyawan
Riset
Seleksi
Supervisi
Meningkatkan produktivitas human resource
Rancangan pekerjaan
Pengaruh karyawan
Sistem support karyawan
Pengembangan organisasi
Riset
Training
Union relation

Menciptakan komitmen organisasi
Sistem banding
Kompensasi/reward
Sistem support karyawan
Keamanan employment
Aliran human resource
Orientasi
Performance appraisal
Supervisi
Mendorong partisipasi
Rancangan pekerjaan
Komunikasi karyawan
Pengaruh karyawan
Supervisi
Training

Mempertahankan agar konsumen tetap puas
Komunikasi karyawan
Relasi karyawan
Sistem support karyawan
Rekrutmen
Riset
Seleksi
Memfokuskan pada karir karyawan
Konseling karir
Manajemen karir
Rancangan pekerjaan
Perencanaan employment
Pengembangan individual

Untuk audit, pengukuran dipilih atau dikembangkan untuk menentukan tingkatan dan efektivitas aktivitas dalam beragam lokasi. Pengukuran-pengukuran ini didasarkan pada indeks tujuan atau pada opini penerima pelayanan  jasa human resource. Data untuk pengukuran tujuan dapat ditemukan dalam catatan perusahaan dari operasional lokasi. Opini-opini dapat diperoleh dengan jalan mensurvei karyawan, manajerial ataupun non-manajerial, dalam tiap lokasi perusahaan.
Analisa ini akan menghasilkan skor faktor yang akan digunakan dalam langkah 4. Sebuah diskusi mengenai analisa faktor dapat ditemukan dalam teks statistik yang paling dasar dan tidak akan dibahas disini.
Pengukuran-pengukuran dapat dilandaskan pada indeks tujuan yang tersedia dalam catatan organisasi atau dalam opini pengamat luar dan karyawan organisasi, khususnya eksekutif level yang lebih tinggi. Pengukuran yang tepat untuk digunakan oleh sebuah organisasi akan tergantung pada tujuan tertentu yang dikembangkan dalam perencanaan strategis.
Berikut ini adalah daftar tujuan human resource yang diambil dari Bab 4 dan sebuah contoh sebuah pengukuran tujuan yang memungkinkan untuk tiap-tiap kompnen:
Menjadi seorang pekerja  yang bertanggungjawab secara sosial – jumlah keluhan peluang employment/kerja yang setara yang dimasukkan oleh pelamar kerja dan karyawan di sebuah lokasi
Mengembangkan kompetensi human resource untuk keunggulan kompetitif – jumlah presentasi undangan oleh karyawan di meeting asosiasi profesional.
Membuat investasi yang bagus dalam human resource – ketetapan untuk human capital budgeting di tiap lokasi.
Menghormati hak karyawan individual – eksistensi sebuah prosedur keluhan yang baik untuk karyawan non-perserikatan.
Dianggap sebagai sebuah tempat yang bagus untuk bekerja – respon karyawan di tiap lokasi dalam survei quality-of-work-life.
Mengelola human resources dalam sebuah cara yang state-of-the-art – rata-rata jumlah waktu antara publikasi pertama sebuah ide baru untuk manajemen human resource dan pertimbangan penggunaannya didalam sebuah lokasi.

c.    Perbandingan Metode Seleksi
                   Metode judgmental dan metode empirical adalah alat-alat yang efektif untuk           memilih area aktivitas yang penting bagi rencana strategis. Judgmental memfokuskan pada strategi; sementara empirical terfokus pada tujuan   strategis. Sebuah perusahaan dengan hanya satu atau dua lokasi memiliki   keterbatasan dalam metode judgmental, tapi perusahaan dengan beragam           lokasi dapat merealisasikan keunggulan penggunaan kedua metode ini secara   independen.
                    Karena tiap metode menyediakan bukti yang terpisah mengenai topik-   topik yang harus dicakup dalam kebijakan-kebijakan untuk area-area aktivitas, sebuah analisa yang komprehensif akan tercapai. Hasil independen         dari dua metode ini bertindak sebagai sebuah pengecekan dalam akurasi         perencanaan strategis. Harus terdapat sejumlah besar overlap dalam area         taktis yang dirujuk dengan metode yang berbeda. Jika hanya sedikit overlap   yang eksis, komite harus mempertanyakan apakah strategi yang dipilih          memang tepat untuk tujuan strategis organisasi.
2.1.3 Penetapan Kebijakan
         Mengembangkan kebijakan di dalam Area Aktivitas Taktis
          Setelah area aktivitas telah dipilih untuk digunakan sebagai taktis, kebijakan-kebijakan harus dikembangkan untuk area-area tersebut. Kebijakan-kebijakan yang diadopsi harus konsisten dengan filosofi organisasi yang menghormati SDM dan dengan tujuan dan strategi SDM. Setidaknya beberapa kebijakan telah ada sebelumnya bagi setiap area. Kebijakan-kebijakan ini harus direvisi sehingga bermanfaat tujuan taktis.
          Analisa yang dilakukan untuk memilih area aktivitas akan menyatakan topik spesifik dan pemilihan kata yang spesifik untuk pernyataan kebijakan. Jika area aktivitas dipilih menggunakan metode judgmental, maka anggota komite perencanaan taktis akan harus mempersiapkan sebuah laporan yang menyatakan alasan-alasan yang mereka rasakan terkait melaksanakan strategi yang akan melibatkan tiap area aktivitas yang dipilih. Alasan – alasan ini akan cenderung merujuk pada keputusan-keputusan penting yang harus dikontrol oleh kebijakan. Sebagai contoh, area aktivitas yang berkenaan dengan “kompensasi/reward” akan cenderung dipilih jika salah satu strateginya adalah “menciptakan komitmen organisasi”. Sudah ditunjukkan bahwa perlakuan yang setara dalam kompensasi merupakan hal yang penting untuk membangun komitmen karyawan. Penalaran menyarankan agar sebuah laporan kebijakan harus disusun sebagai berikut: “Dalam menentukan upah dan struktur gaji, ekuitas internal akan diberikan prioritas atas pertimbangan lainnya.”
          Jika area aktivitas dipilih dengan metode empirical, perhatian terhadap pengukuran-pengukuran yang dimasukkan dalam tiap faktor (area aktivitas) akan menyediakan petunjuk untuk keputusan-keputusan penting yang harus dikontrol oleh kebijakan. Pengukuran-pengukuran ini banyak dimuat pada sebuah faktor yang harus diberikan penekanan lebih berat dalam pengembangan kebijakan. Untuk mengilustrasikan poin ini, bayangkan bahwa pengukuran terpenting yang dimasukkan dalam sebuah area aktivitas yang berkenaan dengan “kompensasi/reward” adalah “tingkatan dimana posisi dievaluasi dalam sebuah cara tertentu sehingga ekuitas dipertahankan di seluruh pabrik.” Pengukuran kedua yang diasosiasikan dengan sebuah area aktivitas yang kurang penting, “staffing/EEO”, adalah “waktu rata-rata yang diperlukan untuk mengisi lowongan pekerjaan.” Hasil ini menyatakan sebuah kebijakan sebagai berikut, “Dalam menentukan upah dan struktur gaji, ekuitas internal dari upah dan gaji individual akan diberikan prioritas atas ekuitas eksternal.”
          Dalam prakteknya, beberapa perbedaan dalam kebijakan yang disarankan oleh dua metode ini akan terjadi, dan judgment/penilaian harus digunakan oleh komite perencanaan taktis untuk merekonsiliasikan perbedaan-perbedaan ini.

3.1     Proses Taktis Perencanaan SDM
          Dalam Bab 3 terdapat sebuah diskusi umum mengenai proses perencanaan taktis. Diskusi tersebut berkenaan dengan pembentukan komite perencanaan bisnis taktis dan pandugan untuk rancangan struktur taktis. Diskusi tersebut, untuk sebagian besar bagian, relevan dalam perencanaan taktis untuk fungsi human resource dan tidak akan dibahas disini.

3.1.1  Komite Perencanaan Human Resource Taktis
          Komite perencanaan human resource taktis mungkin tidak perlu sebesar komite perencanaan taktis untuk perencanaan level usaha, grup dan bisnis karena ada lebih sedikit pekerjaan untuk dilakukan. Dimana komite taktis unit bisnis, usaha dan grup harus merancang struktur organisasi, kultur organisasi, dan proses-prosesnya, komite perencanaan human resource taktis harus merancang sebuah kebijakan taktis (Sudiro, Ahmad: 2010).
          Meski demikian, akan esensial bahwa komite perencanaan human resource taktis ini merupakan sebagian dari seluruh organisasi. Seperti yang disebutkan sebelumnya, orang-orang yang beragam dan tersebar di seluruh organisasi harus melaksanakan kebijakan-kebijakan taktis. Jika semua orang ini dapat dibujuk untuk bertindak bersama-sama dalam rangka mencapai strategi human resource, maka akan harus terdapat level persetujuan yang tinggi, dan penerimaan atas kebijakan-kebijakan ini. Komite haruslah sekecil yang memungkinkan, konsisten dengan persyaratan bahwa beragam aspek organisasi harus terwakili dengan baik.
3.1.2  Panduan untuk Perancangan sebuah Rangkaian Kebijakan Taktis
Panduan untuk perancangan struktur distributif yang dibahas dalam Bab 3 ini berlaku pada kebijakan tetap taktis. Panduan ini, berlaku untuk rangkaian kebijakan taktis, adalah sebagai berikut:
·      Rangkaian kebijakan taktis harus kompatibel dengan struktur distributif  lain – struktur organisasi, kultur organisasi, dan anggaran finansial. Untuk semakin mempertinggi kompatibilitas ini, komite yang merancang set kebijakan taktis human resource dan sub komite yang mendisain masing-masing struktur distributif yang bereda harus memiliki membership yang overlapping.
·      Rangkaian kebijakan taktis harus mengalokasikan upaya manajemen human resource untuk kembali secara bertahap.
·      Rangkaian kebijakan taktis harus berfungsi sebagai sebuah kesatuan terintegrasi dalam mengimplementasikan rencana strategis. Rangkaian kebijakan taktis dan strategi human resource harus memiliki hubungan interaktif dimana masing-masingnya disesuaikan untuk efektivitas optimum dari hubungan ini.
·      Rangkaian kebijakan taktis harus mematuhi rancangan organisasi dan identitas organisasi.
·      Rangkaian kebijakan taktis harus meninggalkan ruang untuk pengambilan keputusan selanjutnya oleh line managers dan personel departemen human resource dalam operasional day-to-day.
·      Rangkaian n kebijakan taktis harus memasukkan sebuah pernyataan kebijakan dan kapanpun rencana strategis mengalami perubahan.
·      Rangkaian kebijakan taktis harus menghasilkan perilaku yang diinginkan.

BAB III
PENUTUP

 4.1    Kesimpulan
a. Perencanaan taktis untuk fungsi human resource terdiri atas merancang sebuah set kebijakan yang menggerakkan operasional harian manajemen human resource ke arah strategi dan tujuan human resource. Kunci bagi perencanaan taktis yang baik adalah pemilihan yang seksama dari banyaknya area aktivitas yang ada untuk mendapatkan area dengan kebijakan taktis yang akan dikembangkan. Berusaha untuk mengontrol semua area aktivitas akan cenderung menghilangkan upaya dan membuat kontrol yang tidak ekonomis.
b. Area aktivitas yang penting bagi rencana strategis dapat dipilih dengan metode judgmental atau dengan metode empirical. Di dalam metode judgmental, area-area aktivitas dipilih dengan mempertimbangkan sebuah daftar area aktivitas standar yang komprehensif dan menimbang masing-masing tingkat kepentingannya dalam menjalankan strategi human resource organisasi. Hal ini bisa dilakukan hanya jika planner termasuk obyektif dan memahami sepenuhnya area aktivitas dan juga strategi. Struktur yang tepat dalam tugas mereka sangatlah penting disini.
c. Di dalam metode empirical, area-area aktivitas dipilih menurut tingkat kepentingannya bagi tujuan human resource strategis. Sebuah audit dilakukan dalam tingkatan dan efektivitas dengan mana aktivitas human resource dilakukan di dalam organisasi. Sebuah analisa faktor dari pengukuran audit dapat dilakukan. Analisa faktor akan muncul dari kluster aktivitas yang dilakukan sebagai sebuah unit. Skor faktor – mewakili tingkatan dan efektivitas dengan mana aktivitas dalam tiap area aktivitas dilaksanakan di tiap lokasi – diregresikan terhadap pengukuran-pengukuran dari tingkatan dimana tiap lokasi memberikan kontribusi bagi tujuan human resource strategis organisasi. Formula regresi menyediakan sebuah basis untuk pilihan area aktivitas yang sangat penting bagi tujuan human resource strategis. Metode ini hanya akan mungkin dilakukan dalam organisasi yang multilokasi.
          Dalam organisasi dengan sejumlah besar lokasi operasional, akan bijak untuk menggunakan kedua metode dalam menentukan area aktivitas karena tiap metode menyediakan informasi komplementer yang berbeda tapi penting tentang kebijakan-kebijakan yang diperlukan dalam organisasi. Menggunakan informasi ini, organisasi dapat mendrafting kebijakan-kebijakan spesifik yang membentuk sebuah set kebijakan taktis untuk menggerakkan organisasi menuju tujuan strategisnya untuk human resources.

DAFTAR PUSTAKA

Jarrel, Donald W, (1993), Human Resource Planning, Prentice Hall, New Jersey
Sudiro, Ahmad, (2010), Perencanaan Sumber Daya Manusia, UB Press, Malang
1 Reseaarch Shows repetedly that the typical meeting does little to improve the decisions of
          Indivividual participants. See J. Scott Armstrong, Range Forecasting, pp. 120-121
2This Procedure is adapted from one developed by Maier. Discussion on the quality of group        Decisions, 41 no.5 (December 1975), 320-323; See p. 121.






Selasa, 22 Oktober 2013

PENGARUH STRATEGI E-BUSINESS PADA RANTAI PASOK (SCM)

PENGARUH STRATEGI E-BUSINESS PADA RANTAI PASOK (SCM)

1.      PEDAHULUAN
Sebuah solusi manajemen rantai pasok yang berbasis web (e - SCM) merupakan inti dari keseluruhan bisnis secara digital. Sebuah e - SCM yang efektif dapat menghemat biaya hingga jutaan dolar bagi perusahaan. E - SCM merupakan kombinasi optimal antara teknologi dan proses bisnis yang mengoptimalkan distribusi barang, jasa dan informasi dari pemasok kepada konsumen secara terorganisir dan efisien. Dalam situasi ekonomi digital, konsep tradisional SCM tidak lagi relevan digunakan. E - SCM berkonsentrasi pada globalisasi dan saranan manajemen informasi, yang mengintegrasikan pengadaan, operasional dan logistic dari bahan baku untuk memuaskan konsumen. Dengan implementasi dan penerimaan scara luas oleh e-bisnis, metode trasisional tadi berkembang untuk meningkatkan profitabilitas dan pemenuhan. E - SCM dapat menggunakan konsep e-bisnis dan teknologi berbasis web untuk mengelola persediaan dan informasi dalam organisasi perusahaan.

2.      KONSEP E-BUSINESS
E - Business atau Electronic business dapat didefinisikan sebagai aktivitas yang berkaitan dengan proses pertukaran barang dan/atau jasa dengan memanfaatkan internet sebagai medium komunikasi dan transaksi, dan salah satu aplikasi teknologi internet yang merambah dunia bisnis, melingkupi sistem, pengembangan produk, dan pengembangan usaha. Pada masa sekarang, hal ini dilakukan sebagian besar melalui teknologi berbasis web memanfaatkan jasa internet. Terminologi ini pertama kali dikemukakan oleh Lou GerstnerCEO dari IBM.
E - business bisa terjadi dalam berbagai bentuk tahapan tergantung dari tingkat pemamfaatan jaringan komputer dan Internet, dengan kata lain seberapa digital perusahaan tersebut. Kita dapat melihat dua sisi ekstrim, sisi pertama adalah perusahaan tradisional. Sisi kedua adalah perusahaan e - business murni di mana segalanya berbentuk elektronis, dari produk atau jasa yang ditawarkan, prosesnya sampai dengan pengirimannya. Adapun contoh dari e -  business murni adalah kalau kita memesan buku di www.Amazon.com. Proses pemesanan buku sampai pembayaran ditangani secara elektronis yang kemudian dikirimkan ke alamat pemesan lewat kurir.
E - business bukan hanya pemasaran, pembelian dan penjualan melalui internet, tetapi juga meningkatkan kinerja bisnis melalui konektivitas untuk meningkat kan pelayanan dan mengurangi biaya, serta membuka jalur baru dan mentransformasi persaingan baru. Dengan E - business kita dapat menghilangkan perbedaan waktu global dan wilayah geografis serta hemat. Selain itu peningkatan kinerja perusahaan dapat lebih baik.

Ketika melakukan bisnis di Internet, ada lima kemungkinan bentuk hubungan bisnis berdasarkan transaksinya, yaitu:
1)      Business to business (B2B).
Kebanyakan model ini merupakan sistem komunikasi bisnis antar pelaku bisnis atau transaksi secara elektronik antar perusahaan yang dilakukan secara rutin dan dalam kapasitas produk yang besar. Biasanya menjual produk atau menyediakan layanan untuk bisnis lain. Sebagai contoh, sebuah produsen mobil membuat beberapa transaksi B2B seperti membeli ban, kaca untuk kaca jendela, dan selang karet untuk kendaraan. Transaksi terakhir adalah saat kendaraan jadi yang dijual kepada konsumen yang merupakan transaksi (B2C)
2)      Business to consumer (B2C).
Pada bisnis ini transaksi yang terjadi adalah antara perusahaan dengan konsumen atau pelanggan perorangan, juga menjual produk atau menyediakan layanan untuk pengguna terkahir. Misalkan orang membeli sepasang sepatu dari pengecer. Transaksi yang mengarah ke sepatu agar tersedia untuk pembeli, yaitu pembelian kulit, tali, karet, dll serta penjualan sepatu dari pembuat sepatu ke pengecer akan dianggap transaksi B2C.
3)      Consumer to consumer (C2C).
Pada kelompok ini, konsumen langsung menjual produk ke konsumen yang lain atau Pengguna menjual langsung kepada pengguna lain. Contohnya adalah individu yang melakukan penjualan melalui pemasangan iklan ke internet.
4)      Consumer to business (C2B).
Kategori ini termasuk perorangan yang menjual produk atau jasa langsung ke organiasasi atau perusahaan. Contoh ialah Priceline (www.priceline.com), dimana konsumen menawarkan harga tertentu di mana ia menginginkan membeli berbagai barang dan jasa, termasuk tiket pesawat terbang dan hotel.
5)      Intrabusiness e - business.
Dalam kategori ini termasuk segala aktivitas organisasi yang kebanyakan dilakukan dalam lingkup internet perusahaan yang melibatkan pertukaran barang, jasa dan informasi.

2.1.   Tahap E-business
Ada empat tahap pemanfaatan jaringan komputer dan Internet untuk tujuan e-business, di mana terjadi transformasi perusahaan tradisional ke e-business. Empat tahapan itu adalah sebagai berikut:
a.       Tahap pertama : Mendayagunakan komputer
Komputer menawarkan berbagai keuntungan bagi sebuah bisnis yaitu banyak dana dan waktu yang dapat dihemat, dan meningkatkan produktivitas. Kita dapat menyusun laporan keuangan, membuat daftar persediaan bahkan membuat materi perusahaan.
b.      Tahap kedua : Mendayagunakan jaringan dan internet
Apa yang ditawarkan jaringan komputer dan internet bagi sebuah bisnis? Meningkatkan kemampuan koordinat dan komunikasi, baik itu internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat diterapkan untuk meningkatkan produktivitas. Untuk kepentingan tersebut kita dapat memanfaatkan e-mail, IRC maupun mailing list.
c.       Tahap ketiga: Membangun dan mendayagunakan web
Web menawarkan informasi selama 24 jam. 7 hari dalam seminggu. Anda dapat berbagi informasi dengan pelanggan sekaligus menjaring pelanggan baru.
d.      Tahap keempat: E – commerce
Pada tahap ini, perusahaan telah mempersiapkan dan membangun fasilitas transaksi online baik dengan pelanggan maupun dengan para supplier atau dengan pihak lain yang berkepentingan dengan web.

2.2.   Sasaran E-Business
Sasaran dari e-business adalah pasar secara elektronis atau sering disebut market. Menurut Forrester Research, telah terjadi perkembangan yang sangat fantastis terhadap jumlah komputer yang terhubung dalam Internet, termasuk penggunanya. E - business market ini menyimpan peluang omset yang besar yang dapat diperebutkan oleh para pebisnis.
Bisnis tradisional yang bergeser ke e-business akan berhasil dengan baik. jika terbentuk komunitas dan salah satu dasar untuk membentuk komunitas adalah kepercayaan. Amerika Serikat berhasil mempelopori e-business ini karena memiliki high trust society yang masyarakatnya telah lama memiliki kebiasaan berbelanja melalui katalog dan pesanan via pos. Selain itu juga didukung oleh undang-undang yang menjamin perdagangan yang fair dan keamanan setiap pembayaran serta setiap barang yang dibeli apabila cacat atau rusak akan dapat dikembalikan.

2.3.   Pembagian E-Business
E-business dapat dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok :
1.      Customer Relationship Management (CRM)
Strategi bisnis dari layanan dan sofware yang didesain untuk meningkatkan keuntungan , pendapatan dan kepuasan pelanggan. Sistem kustomisasi real time ini yang memanajemen kustomer dan melakukan personalisasi produk dan servis berdasarkan keinginan customer atau menyangkut hubungan antara perusahaan dengan konsumen yang meliputi : Sales, pemasaran, data-data penjualan dan pelayanan, anggapan dari konsumen. 
2.      Enterprise Resource Planning (ERP)
Strategi bisnis dari system informasi perusahaan yang digunakan untuk koordinasi Sumber daya, informasi yang digunakan untuk proses bisnis. Sistem informasi pendukung e-business ini juga menyediakan berbagai macam kebutuhan perusahaan seperti supply chain, CRM, marketing, warehouse, shipping, dan payment, serta mampu melakukan otomatisasi proses bisnis atau menyangkut hubungan dalam-internal perusahaan tersebut, yang meliputi : Production planning, integrated logistics, Accounting and Finance, Human Resource, Sales and distribution, order management.
3.      Enterprise Application Programs (EAI)
Merupakan konsep integrasi berbagai proses bisnis yang memungkinkan antar perusahaan saling bertukar data berbasis message. EAI berfungsi sebagai penghubung ERP dengan SCM atau ERP dengan CRM. 
4.      Supply Chain Management (SCM)
Strategi Manajemen rantai suplai yang secara otomatis terkomputerisasi. SCM menyangkut hubungan antara perusahaan dengan supplier.

3.      SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM)
Supply Chain Management merupakan pengembangan lebih lanjut dari manajemen distribusi produk untuk memenuhi permintaan konsumen. Konsep ini menekankan pada pola terpadu yang menyangkut proses aliran produk dari supplier, manufaktur, retailer hingga kepada konsumen. Dari sini aktivitas antara supplier hingga konsumen akhir adalah dalam satu kesatuan tanpa sekat pembatas yang besar, sehingga mekanisme informasi antara berbagai elemen tersebut berlangsung secara transparan.
“SCM merupakan suatu konsep menyangkut pola pendistribusian produk yang mampu menggantikan pola-pola pendistribusian produk secara optimal. (Jebarus ,2001).”
“Manajemen Rantai Pasokan (Supply chain management) adalah sebuah proses di mana produk diciptakan dan disampaikan kepada konsumen dari sudut struktural. Sebuah supply chain (rantai pasokan) merujuk kepada jaringan yang rumit dari hubungan yang mempertahankan organisasi dengan rekan bisnisnya untuk mendapatkan sumber produksi dalam menyampaikan kepada konsumen. (Kalakota, 2000, h197).”
“Tujuan yang hendak dicapai dari setiap rantai pasokan adalah untuk memaksimalkan nilai yang dihasilkan secara keseluruhan (Chopra, 2001, h5).”

Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus utama dari SCM adalah sinkronisasi proses untuk kepuasan pelanggan. Semua supply chain pada hakekatnya memperebutkan pelanggan dari produk atau jasa yang ditawarkan. Semua pihak yang berada dalam satu rantai supply chain harus bekerja sama satu dengan lainnya semaksimal mungkin untuk meningkatkan pelayanan dengan harga murah, berkualitas  dan tepat pengirimannya. Rantai pasokan yang terintegrasi akan meningkatkan keseluruhan nilai yang dihasilkan oleh rantai pasokan tersebut.
Dalam supply chain ada beberapa pemain utama yang merupakan perusahaan yang mempunyai kepentingan yang sama, yaitu :
1.      Supplies
2.      Manufactures
3.      Distribution
4.      Retail Outlet
5.      Customers
                   I.            Chain 1: Supplier
Jaringan bermula dari sini, yang merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama, dimana rantai penyaluran baru akan mulai. Bahan pertama ini bisa dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, barang dagangan, suku cadang dan lain-lain.
                II.            Chain 1-2-3: Supplier-Manufactures-Distribution
Barang yang sudah dihasilkan oleh manufactures sudah mulai harus disalurkan kepada pelanggan. Walaupun sudah tersedia banyak cara untuk menyalurkan barang kepada pelanggan, yang umum adalah melalui distributor dan ini biasanya ditempuh oleh sebagian besar supply chain.
             III.            Chain 1-2-3-4: Supplier-Manufactures-Distribution-Retail Outlet
Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menyimpan barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer. Disini ada kesempatan untuk memperoleh penghematan dalam bentuk jumlah inventoris dan biaya gudang dengan cara melakukan desain kembali pola pengiriman barang baik dari gudang manufacture maupun ke toko pengecer.
             IV.            Chain 1-2-3-4-5: Supplier-Manufactures Distribution-Retail Outlet-Customer. Para pengecer atau retailer menawarkan barang langsung kepada para pelanggan atau pembeli atau pengguna barang langsung. Yang termasuk retail outlet adalah toko kelontong, supermarket, warungwarung, dan lain-lain.
Secara sederhana pemain utama dalam proses SCM dapat digambarkan dibawah ini :


Ada 3 macam hal yang harus dikelola dalam supply chain yaitu :
·         Pertama, aliran barang dari hulu ke hilir
contohnya bahan baku yang dikirim dari ke pabrik, setelah produksi selesai dikirim ke distributor, pengecer, kemudian ke pemakai akhir.
·         Kedua, aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu dan
·         Ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir atau sebaliknya. Secara sederhana sebuah model struktur Supply Chain dapat disederhanakan seperti nampak dalam gambar dibawah ini :

Menurut Turban, Rainer, Porter (2004, h321), terdapat 3 macam komponen rantai suplai, yaitu:
i.                    Rantai Suplai Hulu/Upstream supply chain
Bagian upstream (hulu) supply chain meliputi aktivitas dari supplier ke perusahaan, kegiatan tersebut meliputi pembelian bahan baku dan segala hubungan antara supplier ke perusahaan itu sendiri. Di dalam upstream supply chain, aktivitas yang utama adalah pengadaan.
ii.                  Manajemen Internal Suplai Rantai/Internal supply chain management
Bagian dari internal supply chain meliputi Bagian ini mencakup semua proses yang digunakan oleh organisasi dalam mengubah input yang dikirim oleh supplier menjadi output, mulai dari waktu material tersebut masuk pada perusahaan sampai pada produk tersebut didistribusikan, diluar perusahaan tersebut. Di dalam rantai suplai internal, perhatian yang utama adalah manajemen produksi, pabrikasi, dan pengendalian persediaan.
iii.                Segmen Rantai Suplai Hilir/Downstream supply chain segment
Downstream (arah muara) supply chain meliputi semua aktivitas yang melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan akhir juga aktivitas dari perusahaan ke customer, meliputi kegiatan memperkenalkan dan memasarkan produk kepada customer. Di dalam downstream supply chain, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi, dan after-sales-service.

4.      METODOLOGI PENELITIAN
Ada beberapa jurnal yang meneliti tentang peranan e-Business dalam Supply Chain Management antara lain:

Peneliti
Judul
Studi   Kasus
Negara
Jorge   R. León-Peña
e-Business   and The Supply Chain Management
Levi   Strauss denim jeans
Meksiko
Dien D.   Phan
E-business   development for competitive advantages :a case study
Intel   Corporation
Amerika
Rudy,   Agustinus, Adi Chandra, Zara Elisabeth Tanring
ANALISIS   DAN PERANCANGAN e-SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (STUDI KASUS: PT. PRIMA REZEKI   PERTIWI)
PT.   PRIMA REZEKI PERTIWI
Indonesia

5.      HASIL DAN PEMBAHASAN
        Hasil dan pembahasan dari beberapa penelitian sebelumnya sebagai berikut:
A.    Hasil penelitian Jorge R. León-Peña di perusahaan Levi Strauss menunjukkan bahwa dalam rentang waktu 6    tahun (1996-2002) pendapatan mereka mengalami penurunan sebanyak $3 Miliar. Hal ini membuat manajemen Levi Strauss beberapa langkah strategis salah satunya adalah membangun sistem Supply Chain Management yang didalamnya terdapat fasilitas forecasting technology dan memungkinkan pihak manajemen memantau distribusi produknya.
B.     Penelitian dari Dien D. Phan menunjukkan bahwa perusahaan sebesar Intel juga memanfaatkan e-Business Supply Chain Management juga untuk bersaing dengan kompetitornya. Sampai dengan 1998, Intel masih manual dalam berkomunikasi dengan partnernya. Tahun 1997, Intel mulai melakukan perancangan e-business system dengan membentuk tim Virtual Worldwide E-Business Project. Hasilnya lebih dari 50% pendapatan dan konsumen Intel berasal dari luar Amerika. Pada 2008, Intel melakukan penjualan lebih dari 25 Miliar Dolar diseluruh dunia.
C.     Analisis dan Perancangan e-Supply Chain Management di PT. Prima Rezeki Pratiwi yang dilakukan oleh Agustinus Rudy, Adi Chandra dan Zara Elisabeth diharapkan mampu menjadi solusi di perusahaan tersebut. Permasalahan utama yang dihadapi PT PRP terletak pada sistem input manual yang rawan kesalahan, kurangnya integrasi antara bagian yang ada dalam perusahaan serta penimbunan barang karena tidak adanya manajemen dalam pembelian bahan baku maupun produksi Sistem E-Supply Chain Management yang akan diterapkan pada PT PRP berfokus pada otomatisasi informasi antara perusahaan, supplier, konsumen serta transporter Adanya e-Supply Chain Management dalam perusahaan dimungkinkan peningkatan efektifitas dan efisiensi dalam proses pembelian bahan baku,pemenuhan pesanan customer serta proses distribusi barang jadi.

Contoh lainya adalah perusahaan yang baru-baru ini mengembangkan SCM dalam organisasinya adalah perusahaan penerbangan Garuda Indonesia. Bagi BUMN ini, pengembangan SCM sangat membantu dalam penjualan tiket. Pola penjualan tiket di perusahaan ini tidak lagi menggunakan jalur linier : pusat penjualan tiket – biro – konsumen. Pusat penjualan tiket dapat melakukan monitoring secara serentak terhadap seluruh biro maupun pesanan langsung dari konsumen.

6.      DAMPAK DARI E-BUSINESS PADA KINERJA SCM
Dampak adanya e - business dalam SCM adalah meluasnya fasilitas dalam komunikasi dalam organisasi serta mengurangi waktu proses dan berkembangnya kerja sama. E - business menyediakan kesempatan bagi sebuah organisasi untuk meluaskan pasar mereka ke seluruh dunia sehingga dapat menaikan tingkat permintaan dalam penggunaan barang atau jasa. Hal ini membutuhkan SCM yang efektif salah satunya dengan menerapkan dan Enterprise Rosource Planning (ERP). Tren saat ini dalam proses bisnis adalah e-business yang diterapkan dalam proses Business-to-Consumen (B2C), Business-to-Businnes(B2B) dan Costumer-to-Costumer(C2C). Dalam meningkatkan proses komunikasi antara supplier dan costumer sangat diperlukan penggunaan internet, web, dan sebagainya.

7.      KESIMPULAN
Berdasarkan review serta dari hasil penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa, peranan e-Business Supply Chain Management sangat besar, selain untuk mengatur rantai pasokan, juga untuk bersaing dengan competitor yang pada akhirnya akan meningkatkan penjualan dan pendapatan perusahaan tersebut.
e-Business Supply Chain Management yang handal sangat dibutuhkan oleh perusahaan yang mempunyai market place yang sangat luas untuk itu dibutuhkan sumber daya dan infrastruktur yang handal.



8.      DAFTAR PUSTAKA: