Jumat, 04 Juli 2014

MENGELOLA KARIR KARYAWAN/PEGAWAI



A.    PENGERTIAN KARIR
Secara umum dapat dikatakan bahwa suatu karir akan berisi kenaikan tingkat dari tanggungjawab, kekuasaan dan pendapatan seseorang (Bambang Wahyudi, 162). Pandangan yang lebih luas daripada karir adalah sebagai suatu rangkaian atas sikap dan prilaku yang berkaitan dengan aktifitas pekerjaan dan pengalaman sepanjang kehidupan seseorang (individually perceived sequence of attitudes and behaviors associated with work-related activities and experiences over the span of a person’s life, Bernardin, 194). Senada dengan itu Malthis menyatakan bahwa karir adalah rangkaian posisi yang berkaitan dengan kerja yang ditempati seseorang sepanjang hidupnya (hal.342). Konsep baru tentang karir adalah protean career yaitu karir yang senantiasa berubah seiring berubahnya minat, kemampuan, nilai dan lingkungna kerja seseorang (Noe, 378).
Menurut Gibson dkk. (1995: 305) karir adalah rangkaian sikap dan perilaku yang berkaitan dengan pengalaman dan aktivitas kerja selama rentang waktu kehidupan seseorang dan rangkaian aktivitas kerja yang terus berkelanjutan. Dengan demikian karir seorang individu melibatkan rangkaian pilihan dari berbagai macam kesempatan. Jika ditinjau dari sudut pandang organisasi, karir melibatkan proses dimana organisasi memperbaharui dirinya sendiri untuk menuju efektivitas karir yang merupakan batas dimana rangkaiandari sikap karir dan perilaku dapat memuaskan seorang individu.
Menurut Greenhaus (1987: 5) yang dikutip oleh Irianto (2001: 93) terdapat dua pendekatan untuk memahami makna karir, yaitu : pendekatan pertama memandang karir sebagai pemilikan (a property) dan/atau dari occupationatau organisasi. Pendekatan ini memandang bahwa karir sebagai jalur mobilitas di dalam organisasi yang tunggal seperti jalur karir di dalam fungsi marketing, yaitu menjadi sales representative, manajer produk, manajer marketing distrik, manajer marketing regional, dan wakil presiden divisional marketing dengan berbagai macam tugas dan fungsi pada setiap jabatan.
Berdasarkan kedua pendekatan tersebut definisi karir adalah sebagai pola pengalaman berdasarkan pekerjaan (work-related experiences) yang merentang sepanjang perjalanan pekerjaan yang dialami oleh setiap individu/pegawai dan secara luas dapat dirinci ke dalam obyective events. Salah satu contoh untuk menjelaskannya melalui serangkaian posisi jabatan/pekerjaan, tugas atau kegiatan pekerjaan, dan keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan (work-related decisions). Tidak hanya itu saja, juga mengenai interpretasi subyektif tentang peristiwa yang berkaitan dengan pekerjaan (workrelated events) baik pada masa lalu, kini dan mendatang seperti aspirasi pekerjaan, harapan, nilai, kebutuhan dan perasaan tentang pengalaman pekerjaan tertentu.
Menurut Irianto (2001 : 94), pengertian karir meliputi elemen-elemen obyektif dan subyektif. Elemen obyektif berkenaan dengan kebijakan-kebijakan pekerjaan atau posisi jabatan yang ditentukan organisasi, sedangkan elemen subyektif menunjuk pada kemampuan seseorang dalam mengelola karir dengan mengubah lingkungan obyektif (misalnya dengan mengubah pekerjaan/jabatan) atau memodifikasi persepsi subyektif tentang suatu situasi (misalnya dengan mengubah harapan).
          Simamora (2001 : 504) berpendapat bahwa kata karir dapat dipandang dari beberapa perspektif yang berbeda, antaralain dari perspektif yang obyektif dan subyektif. Dipandang dari perspektif yang subyektif, karir merupakan urut-urutan posisi yang diduduki oleh seseorang selama hidupnya, sedangkan dari perspektif yang obyektif, karir merupakan perubahan-perubahan nilai, sikap, dan motivasi yang terjadi karena seseorang menjadi semakin tua. Kedua 15 perspektif tersebut terfokus pada individu dan menganggap bahwa setiap individu memiliki beberapa tingkat pengendalian terhadap nasibnya sehingga individu tersebut dapat memanipulasi peluang untuk memaksimalkan keberhasilan dan kepuasan yang berasal dari karirnya. Berdasarkan pengertian tersebut, maka pengertian karir adalah urutan aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dan perilaku-perilaku, nilai-nilai, dan aspirasi-aspirasi seseorang selama rentang hidupnya.

B.     JALUR KARIER
Hasil dari perencanaan karier adalah penempatan dari seorang individu  dalam suatu pekerjaan yang merupakan bagian pertama dari sederetan pekerjaan. Dari perspektif organisasi, jalur karier adalah penting dalam perencanaan tenaga kerja. Sebuah masa depan tenaga kerja organisasi tergantung pada proyeksi individu-individu melalui suatu barisan. Dari perspektif individu, suatu jalur karier  merupakan sederetan dari pekerjaan yang dia inginkan lakukan untuk mencapai tujuan personal dan kariernya. Meskipun hampir tak mungkin dengan sempurna mengintegrasikan kebutuhan organisasi dan kebutuhan individu dengan medisain jalur karier, perencanaan karier sistematis adalah suatu potensi untuk menutup kesenjangan antara kebutuhan dari individu dan kebutuhan dari organisasi.
Terdapat empat jalur karier yang biasa digunakan oleh organisasi, yaitu jalur karier tradisional, jalur karier jaringan, jalur karier lateral, dan jalur karier rangkap.
1.      Jalur karier tradisional adalah suatu tipe jalur karier di mana karyawan mengalami kemajuan secara vertikal ke atas di dalam suatu organisasi dan suatu jabatan tertentu ke jabatan berikutnya.
2.      Jalur karier jaringan adalah jalur karier yang meliputi urutan urutan (sekuensi) jabatan secara vertikal dan horizontal. Jalur karier ini mengakui adanya saling pertukaran pengalaman pada level tertentu dan kebutuhan pengalaman yang luas pada suatu level sebelum promosi ke level yang lebih tinggi.
3.      Jalur karier lateral adalah jalur karier yang memungkinkan seseorang memperoleh revitalisasi dan menemukan tantangan baru pada jenjang posisi yang sama karena jumlah jabatan yang akan ditempati sangat terbatas. Dalam hal ini tidak ada promosi dan kenaikan upah, namun nilai seseorang menjadi lebih tinggi dengan ditempatkannya pada posisi yang lebih menantang
4.      Jalur karier rangkap adalah jalur karir ganda yang diberikan kepada seseorang karena pengetahuan teknisnya sebagai penghargaan kepadanya. Hal ini biasanya terjadi pada perusahaan berteknologi tinggi dan karyawan tersebut tidak masuk dalam jajaran manajemen struktural.

C.    PERENCANAAN KARIR
Cuningham mengatakan bahwa perencanaan adalah menyeleksi dan menggabungkan pengetahuan, fakta, imajinasi, dan asumsi untuk masa yang akan datang dengan tujuan memvisualisasi dan memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan, dan perilaku dalam batas-batas yang dapat diterima dan digunakan dalam penyelesaian.
Jadi perencanaan karir dapat diartikan sebagai pola pengalaman berdasarkan pekerjaan yang merentang sepanjang perjalanan pekerjaan yang dialami oleh setiap individu/pegawai dan secara luas dapat dirinci ke dalam obyective events yang dapat dijadikan asumsi untuk masa yang akan datang dengan tujuan memvisualisasi dan memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan, dan perilaku dalam batas-batas yang dapat diterima dan digunakan dalam penyelesaian, atau dalam arti yang lebih ringkas perencanaan karir merupakan proses di mana sesorang menyeleksi tujuan karir dan arus karir untuk mencapai tujuan tersebut.
Sementara itu, beberapa konsep dasar perencanaan karir  menurut Umar adalah sebagai berikut :
1.      Karir sebagai suatu urutan promosi atau transfer ke jabatan yang lebih besar tanggung jawabnya atau ke lokasi-lokasi yang lebih baik selama kehidupan kerja seseorang.
2.       Karir sebagai petunjuk pekerjaan yang membentuk suatu pola kemajuan yang sistematik dan jelas (membentuk satu jalur karir).
3.      Karir sebagai sejarah pekerjaan seseorang atau serangkaian posisi yang dipegangnya selama kehidupan kerja.
Dalam perencanaan karir ada lima syarat utama yang harus dipenuhi agar proses perencanaan  tersebut dapat berjalan dengan baik. Kelima syarat tersebut adalah :
a.       Dialog
Dalam hal ini pegawai perlu diajak dialog untuk merencanakan karirnya.
b.      Bimbingan
Organisasi harus memberikan bimbingan kepada pegawainya agar bisa meniti karir dengan baik, karena tidak semua pegawai memahami jalur karir.
c.       Keterlibatan Individual
Dalam perencanaan larir harus melibatkan individu pegawai, mereka hendaknya diberi kesempatan untuk berbicara dan memberi masukan. Hal ini sama dengan syarat pertama yakni dialog.
d.      Umpan Balik
Proses pemberian umpan balik akan terjadi jika ada dialog.
e.       Mekanisme perencanaan karir
Yang dimaksud umpan balik di sini adalah tata cara atau prosedur yang ditetapkan agar proses perencanaan karir dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Pada dasarnya perencanaan karir terdiri atas 2 (dua) elemen utama yaitu:
1)      Perencanaan Karir Individual (Individual Career Planning.
Perencanaan karir individual terfokus pada individu yang meliputi latihan diagnostic, dan prosedur untuk membantu individu tersebut menentukan “siapa saya” dari segi potensi dan kemampuannya. Perencanaan karir individual meliputi :
a)      Penilaian diri untuk menentukan kekuatan, kelemahan, tujuan, aspirasi, preferensi, kebutuhan, ataupunjangka karirnya (career anchor)
b)      Penilaian pasar tenaga kerja untuk menentukan tipe kesempatan yang tersedia baik di dalam maupun di luar organisasi
c)      Penyusunan tujuan karir berdasarkan evaluasi diri
d)     Pencocokan kesempatan terhadap kebutuhan dan tujuan serta pengembangan strategi karir
e)      Perencanaan transisi karir.
f)       Perencanaan Karir Organisasional (Organizational Career Planning)
Perencanaan karir organisasional mengintegrasikan kebutuhan SDM dan sejumlah aktivitas karir dengan lebih menitikberatkan pada jenjang atau jalur karir (career path). Tujuan program perencanaan karir organisasional adalah :
a)      Pengembangan yang lebih efektif tenaga berbakat yang tersedia.
b)      Kesempatan penilaian diri bagi karyawan untuk memikirikan jalur-jalur karir tradisional atau jalur karir yang baru.
c)      Pengembangan sumber daya manusia yang lebih efisien di dalam dan di antara divisi dan/atau lokasi geografis
d)     Kepuasan kebutuhan pengembangan pribadi karyawan
e)      Peningkatan kinerja melalui pengalaman on the job training yang diberikan oleh perpindahan karir vertical dan horizontal
f)       Meningkatkan loyalitas dan motivasi karyawan yang dapat menyebabkan berkurangnya perputaran karyawan
g)      Suatu metode penentuan kebutuhan pelatihan dan pengembangan.

Sebuah pendapat bijak mengatakan bahwa arah hidup kita sangat ditentukan oleh tiga keputusan penting yang pernah kita buat. Pertama keputusan untuk memiliki bidang pendidikan yang akan kita tempuh. Kedua keputusan untuk memilih pasangan hidup kita dan ketiga keputusan untuk memilih karir (dalam arti sempit sering diartikan memilih bidang pekerjaan).
Ketiga hal tersebut sebelum diputuskan perlu direncaanakan sebelumnya untuk memilih apa yang terbaik dan apa yang harus dilakukan. Khususnya dalam pembahasan ini akan diulas masalah Perencanaan Karir. Merencanakan karir secara baik akan menentukan kita dalam meraih tujuan karir yang sesuai dengan harapan dan memberikan kontribusi dalam kesuksesan hidup.
Karir sesungguhnya bukan sesuatu yang kita dapatkan, namun karir adalah sesuatu yang harus diciptakan dan sebelumnya harus dirancang. Dalam pengertian ini karir itu sangat perlu dirancang, dengan perkataan lain sangat perlu direncanakan.
Sarah Berry seorang konsultan karir mengatakan bahwa merencanakan karir itu bagaikan kita melihat melalui telescope, melihat sesuatu yang jauh kemudian berusaha meneropongnya dan mengendalikannya untuk terlihat lebih dekat. Jadi perencanaan karir dapat dikatakan sebagai suatu kemampuan untuk melihat masa depan, memvisualisasikannya sedemikian rupa untuk menetapkan apa yang kita inginkan dan ingin kita capai dimasa depan.
Jadi karir lebih dari sekedar rangkaian suatu pekerjaan atau jabatan. Karir sesuatu yang menyangkut masa depan dalam perspektif jangka panjang yang harus direncanakan sejak jauh-jauh hari, merencanakan kemana kita ingin melangkah dan apa yang ingin kita capai. Lloyd L. Byars dan Leslie W. Rue menyebutkan bahwa perencanaan karir adalah “process by which an individual formulates career goals and develops a plan for reaching those goals.” Mereka membedakannya dengan apa yang disebut pengembangan karir yaitu “an ongoing, formalized effort by an organization that focuses on developing and enriching the organization’s human resources in light of both the employees’ and the organization’s need.”
Hal penting yang perlu kita kutip dari pemahaman tersebut adalah perencanaan karir merupakan otoritas individu sedangkan pengembangan karir merupakan otoritas organisasi dengan mempertimbangkan secara bersama-sama kebutuhan karyawan dan kebutuhan organisasi.
Jadi sesungguhnya perencanaan karir berdimensi lebih luas dibandingkan dengan pengembangan karir. Perencanaan karir sangat berkaitan dengan perencanaan jangka panjang karyawan itu sendiri yang tidak dibatasi dalam suatu organisasi tertentu. Pengembangan karir dibatasi oleh kebutuhan dan kepentingan organisasi. Sangat mungkin perencanaan karir seseorang melampaui pengembangan karir yang mampu dilakukan oleh organisasi. Idealnya perencanaan karir sejalan dengan pengembangan karir. Namun, tidak dapat dipungkiri kadang kala kedua hal tersebut saling bertolak belakang. Dalam kondisi ini manakala pengembangan karir tidak sejalan dengan perencanaan karir, individu berhak mengambil keputusan apakah tetap “stay” dalam organisasi atau “exit.”
Beberapa pakar SDM mengemukakan pentingnya perencanaan karir, sebagai berikut:
Menurut Mondy, melalui perencanaan karir, setiap individu mengevaluasi kemampuan dan minatnya sendiri, mempertimbangkan kesempatan karir alternatif, menyusun tujuan karir, dan merencanakan aktivitas-aktivitas pengembangan praktis. Fokus utama dalam perencanaan karir haruslah sesuai antara tujuan pribadi dan kesempatan-kesempatan yang secara realistis tersedia.
Pada dasarnya perencanaan karir terdiri atas dua elemen utama yaitu perencanaan karir individual (individual career planning) dan perencanaan karir organisasional (organizational career planning). Perencanaan karir individual dan organisasional tidaklah dapat dipisahkan. Seorang karyawan yang rencana karir individualnya tidak dapat terpenuhi di dalam organisasi, cepat atau lambat karyawan tersebut akan meninggalkan perusahaan. Oleh karena itu, organisasi juga perlu menciptakan perencanaan karir bagi karyawannya sehingga organisasi dapat berkembang dan karyawanpun terpenuhi pengembangan karirnya.
Dan untuk merencanakan karir secara baik ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan, yaitu :
1)      Motivasi sangat terkait dengan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan yang realistis namun sekaligus menantang akan menimbulkan motivasi untuk meraihnya. Tujuan yang sangat muluk-muluk tanpa memperhatikan kewajarannya dapat melemahkan motivasi bahkan menimbulkan putus asa mengingat kesulitan untuk mencapainya dan terasa musykil. Jadi untuk membangun motivasi dalam perencanaan karir buatlah tujuan karir yang menantang sekaligus realistis.
2)      Kompetensi meliputi seluruh aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dimiliki. Jika ingin meniti karir dalam bidang tertentu, katakanlah dalam bidang pemasaran, anda harus meningkatkan pengetahuan anda tentang pemasaran, meningkatkan keterampilan pemasaran dan bersikap bagaikan seorang marketer.
3)      Keberhasilan pencapaian perencanaan karir ditentukan pula oleh jejaring yang kita miliki. Sejauh mana orang lain mengenal diri kita, sejauh mana orang lain mengenal kemampuan kita. Jejaring juga akan membuka akses, memberikan peluang bagi kita untuk lebih meningkatkan pencapaian karir. Tentu hal ini tetap harus berlandaskan motivasi dan kompetensi.
4)      Peluang adalah faktor yang relatif ”uncontrollabel,” diluar kendali kita. Namun, kita dituntut jeli melihatnya, sering disebut peluang jarang berulang dua kali, begitu diperoleh kita harus jeli melihatnya dan segera menangkap apabila hal tersebut selaras dengan perencanaan karir yang telah dibuat.
5)      Berikutnya adalah konsistensi dan feksibilitas. Sengaja kedua hal ini penulis satukan, mengingat disatu sisi hal ini sesungguhnya tidak saling terpisahkan namun disisi lain kita pun harus jeli kapan harus tetap konsisten dan kapan bisa fleksibel. Menurut penulis kita harus tetap konsisten jika menyangkut nilai dasar kita dalam merencanakan karir, nilai adalah prinsip dan harus ditegakkan secara konsisten. Selain itu untuk tujuan yang bersifat jangka panjang kita pun harus konsisten. Namun, kita bisa fleksibel apabila hal itu lebih bersifat teknis, operasional dan bersifat ”temporary” atau berjangka pendek. Jika menyangkut kompetensi anda harus konsisten dengan ”core competency” yang dimiliki, namun dapat lebih fleksibel untuk ”functional competency” atau ”specific competency.”

D.    MANFAAT PERENCANAAN KARIR
      Berbagai manfaat diperoleh bila perusahaan terlibat dalam perencanaan karier. Menurut siagian diantara sekian banyak manfaat yang dipetik organisasi, Tujuh manfaat yang sering mendapat sorotan utama yaitu :
1.      Pengembangan karir memberikan petunjuk tentang siapa di antara pekerja yang wajar dan pantas untuk dipromosikan di masa depan dan dengan demikian suplai internal melalui karyawan dari dalam perusahaan dapat lebih terjamin. Berarti organisasi tidak selalu harus mencari tenaga kerja dari luar organisasi untuk mengisi lowongan yang terjadi karena berbagai hal seperti adanya pekerja yang berhenti,diberhentikan, memasuki usia pensiun atau meinggal dunia.
2.      Perhatian yang lebih besar dari bagian kepegawaian terhadap pengembangan karier para anggota organisasi menumbuhkan loyalitas yang lebih tinggi dan komitmen organisasional yang lebih besar di kalangan pegawai. Sikap demikian pada umumnya mengakibatkan keinginan pindah ke organisasi lain menjadi rendah karena para pekerja yakin bahwa organisasi berusaha memelihara kepentingan dan memuaskan kebutuhan para anggotanya.
3.      Telah umum dimaklumi bahwa dalam diri setiap orang masih terdapat kemampuan yang belum digunakan secara optimal sehingga perlu dikembangkan agar berubah sifatnya dari potensi menjadi kekuatan nyata. Dengan adanya saran karier yang jelas para pegawai terdorong untuk mengembangkan potensi tersebut untuk kemudian dibuktikan dalam pelaksanaan pekerjaan dengan lebih efektif dan produktif dibarengi oleh perilaku positif sehingga organisasi semakin mampu mencapai berbagai tujuan dan sasarannya dan para pegawaipun mencapai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
4.      Perencanaan karier mendorong para pekerja untuk bertumbuh dan berkembang, tidak hanya secara mental intelektual, akan tetapi juga dalam arti professional. Manfaat ini sangat penting karena seseorang hanya mungkin meraih kemajuan apabila karyawan yang bersangkutan berusaha bertumbuh dan berkembang itu akirnya bermuara pada tekat seseorang untuk menjadi pekerja yang terbaik dalam  bidangnya, apapun bidang yang ditekuni.
5.      Perencanaan karier dapat mencegah terjadinya penumpukan tenaga – tenaga yang terhalang pengembangan kariernya hanya karena atasan langsung meraka, sadar atau tidak,menghalanginya, padahal ada di antara para pekerja tersebut memiliki kemampuan dan kemauan yang layak untuk dikembangkan.
6.      Memuaskan kebutuhan karyawan. Dengan adanya perencanaan karir berarti adanya penghargaan terhadap individu karyawan, yang berarti pula adanya pengakuan dan penghargaan terhadap prestasi individu. Hal inilah yang akan dapat memuaskan karyawan, yang pada dasarnya hal semacam itu adalah kebutuhan karyawan juga.
7.      Membantu pelaksanaan rencana-rencana kegiatan yang telah disetujui. Perencanaan karir dapat membantu para anggota kelompok agar siap untuk jabatan-jabatan lebih penting. Persiapan ini akan membantu pencapaian rencana-rencana kegiatan yang telah disetujui.

E.     PERAN DAN FUNGSI DEPARTEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
         Tidak dapat dipungkiri, persaingan antara satu perusahaan dengan perusahaan lain saat ini semakin ketat. Sehingga mau tidak mau atau suka tidak suka, setiap perusahaan harus melakukan pembenahan secara internal untuk dapat bersaing dalam persaingan yang terjadi. Agar hal tersebut dapat terlaksana, diperlukan sumber daya manusia yang andal. Sumber daya manusia yang andal hanya dapat diperoleh dengan perencanaan sumber daya manusia yang baik dan akurat. Artinya, sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
      Perencanaan SDM diperlukan untuk mendapatkan tenaga kerja yang andal dan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan dalam menyikapi persaingan yang terjadi. Misalnya dengan menambah beberapa atau satu departemen. Penambahan itu bertujuan agar perusahaan siap dalam menghadapi persaingan. Contohnya posisi legal officer. Posisi ini dibentuk agar perusahaan dapat melindungi kepentingan perusahaan. Kepentingan perusahaan senantiasa harus dilindungi mengingat ketatnya persaingan yang terjadi dapat berupa persaingan yang tidak sehat. Sehingga, dengan adanya posisi legal officer, perusahaan dapat terlindungi secara hukum. Karena pada umumnya legal officer memahami dokumen-dokumen yang harus disediakan dan langkah-langkah hukum yang harus ditempuh jika perusahaan menghadapi masalah hukum.
      Perencanaan SDM dalam suatu perusahaan merupakan peran yang harus dijalankan sehingga sebagai bagian dari suatu perusahaan, departemen SDM memiliki fungsi “sebagai pemain kunci dalam menolong perusahaan-perusahaan mencapai tujuan-tujuan strategis.”
      Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan strategis suatu perusahaan hanya akan dapat tercapai jika perusahaan tersebut didukung oleh SDM yang andal dan menguasai bidangnya masing-masing. Penguasaan bidang pekerjaan merupakan hal mutlak yang harus dimiliki oleh setiap personal yang bekerja disuatu perusahaan. Tentunya akan menimbulkan permasalahan jika seorang karyawan yang tidak memiliki keahlian di bidang teknik. Tetapi diberi jabatan struktural di departemen atau bagian teknik. Kondisi ini, dapat menimbulkan keadaan yang akan mengacaukan suasana kerja. Dengan ketidaktahuan mengenai pekerjaan di bidang teknik, tetapi menempati jabatan structural pasti memiliki otoritas untuk membuat keputusan, tentunya keputusan yang dihasilkan bisa salah dan menimbulkan kerugian secara financial bagi perusahaan.
      Misanya, manajer pada bagian produksi yang menjalankan kebijakan untuk membeli bahan baku untuk memproduksi barang dengan kualitas rendah. Kebijakan ini bertujuan untuk menekan biaya produksi. Kebijakan ini tentunya merupakan kebijakan yang baik karena dapat menekan biaya pengeluaran bagi perusahaan. Tetapi dapat menimbulkan kerugian karena bahan baku dengan kualitas rendah umumnya tidak memiliki kualitas yang baik. Jika barang yang disediakan tersebut cepat rusak, sudah merupakan kewajiban perusahaan untuk menggantinya. Penggantian terhadap barang yang rusak tentu menimbulkan biaya tambahan. Dengan demikian, tindakan ini bukan merupakan tindakan yang tepat karena dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan, baik dari segi financial maupun dari segi nama baik perusahaan.
      Setiap departemen tentu mempunyai tugas yang harus dilaksanakan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Tugas ini dimaksudkan agar tujuan yang hendak dicapai oleh perusahaan terpenuhi. Misalnya departemen pemasaran mempunyai tugas utama menjual produk yang dihasilkan oleh perusahaan kepada konsumen atau pembeli sebanyak-banyaknya sehingga perusahaan memperoleh keuntungan dari penjualan tersebut.
      Seperti telah dipaparkan, setiap departemen memiliki tugas dan wewenang yang berbeda antara satu dan lainnya. Tugas dan wewenang departemen penjualan, departemen SDM dan departemen lain tentu berbeda. Tugas utama dari departemen SDM “berkisar pada upaya mengelola unsure manusia dengan segala potensi yang dimilikinya seefektif mungkin sehingga dapat diperoleh SDM yang puas (satisfied) dan memuaskan (satisfactory).
      Dengan demikian, tugas utama Departemen SDM adalah menyediakan tenaga kerja yang dapat memberikan rasa puas bagi perusahaan dan memberikan rasa puas pekerja terhadap perusahaan. Rasa puas pekerja terhadap perusahaan berupa hal-hal yang telah diberikan perusahaan kepada pekerja. Misalnya asuransi kesehatan, persentase bonus, kenaikan gaji secara berkala, premi hadir, atau beasiswa bagi keluarga karyawan.
      Setiap Departemen dalam suatu perusahaan memiliki fungsi masing-masing. Fungsi ini diperlukan agar perusahaan dapat berjalan kearah yang sesuai dengan yang direncanakan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Fungsi-fungsi yang dimiliki oleh Departemen SDM adalah sebagai berikut :
1.      Fungsi Lini.
 Dalam menjalankan fungsi ini, Departemen SDM mengarahkan aktivitas perusahaan dalam departemennya sendiri dan area pelayanan yang terkait.
2.      Fungsi Koordinatif.
Fungsi ini dilakukan oleh Departemen SDM dengan mengordinasikan aktivitas personalia, kewajiban yang sering dianggap sebagai control fungsional. Disini manajer dan Departemen SDM bertindak sebagai “tangan kanan dari eksekutif puncak” untuk memastikan bahwa para manajer lini sasaran, kebijakan dan prosedur SDM dalam suatu perusahaan.
3.      Fungsi Staf.
Fungsi ini dijalankan oleh Departemen SDM dengan membantu dalam mempekerjakan, melatih, mengevaluasi,memberikan penghargaan, konseling, mempromosikan dan memberhentikan karyawan. Selain itu, juga memberikan beragam program keuntungan bagi karyawan, seperti asuransi kacelakaan , asuransi kesehatan, pensiun, liburan dan sebagainya.
      Jika ketiga fungsi ini dapat dijalankan dengan baik, akan terjalin hubungan kerja sama yang serasi yang dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan.  Fungsi lain dari Departemen SDM adalah :
    1. Fungsi Perumus Strategi, tujuan kebijakan dan prosedur,
    2. Fungsi pemberi saran,
    3. Fungsi pemberi jasa atau layanan, dan
    4. Fungsi pelaksana pengendalia.

F.     MASALAH DAN KENDALA
Setiap pekerja yang bekerja di suatu perusahaan/organisasi mempunyai tujuan. Demikian pula dengan guru. Ada beberapa tujuan yang sekaligus memunculkan masalah yaitu:
1)      Penghasilan
         Penghasilan atau uang merupakan sarana untuk menunjang kehidupan, misalnya untuk memberikan nafkah bagi keluarga, membeli rumah, mobil, menyekolahkan anak. Uang dapat juga dipergunakan sebagai modal bagi karyawan untuk memulai usaha sendiri.Hampir rata-rata karyawan mempunyai pikiran untuk memiliki usaha sendiri dan tidak menjadi pekerja bagi orang lain.
         Masalahnya, hingga hari ini, penghasilan guru belum sebanding dengan tugas dan tanggung jawab yang di embankan kepadanya. Semua ini berakibat guru harus mencari penhasilan sampingan hingga berakibat kurang berkonsentrasi penuh dalam melaksanakan tugasnya.
2)      Karir
         Karyawan yang memikirkan karir dalam pekerjaannya cenderung ingin atau berambisi mencapai posisi tertinggi dalam suatu organisasi, memilih karirnya secara professional dan tidak mempunyai pemikiran untuk memulai usaha sendiri. Hal ini dapat disebabkan oleh pemikiran bahwa bekerja dengan orang lain lebih terjamin karena menerima upah setiap bulannya.
         Masalahnya, sangat sedikit peluang untuk berkarir disebabkan karena masih adanya management sekolah yang memandang pelatihan untuk pengembangan karir sebagai pemborosan dan penghabur-hamburan uang belaka. Padahal pelatihan merupakan syarat mutlak  bagi perkembangan organisasi, khususnya untuk meningkatkan kinerja karyawan. Biaya yang dikeluarkan untuk program pelatihan pada akhirnya akan diganti dengan kinerja yang meningkat secara signifikan. Biaya yang dikeluarkan untuk sepuluh orang peserta pelatihan jauh lebih kecil dibanding ongkos yang dikeluarkan organisasi untuk membayar satu orang yang tidak terampil karena tidak ikut pelatihan.
         Karyawan yang tidak terampil, selain akan memboroskan waktu, biaya juga melemahkan citra organisasi. Karyawan yang tidak terampil susah diajak bekerja dalam target. Idealnya pelatihan itu diadakan secara rutin karena semakin banyak pelatihan akan membuat karyawan semakin terlatih. Hal ini juga untuk mengantisipasi setiap perubahan yang terjadi.
3)      Pengalaman kerja
         Banyak kita temukan di sebuah perusahaan/organisasi karyawan datang dan pergi silih berganti. Karyawan yang bekerja sekedar mencari pengalaman kerja, pada umumnya tidak bekerja lama di suatu perusahaan/organisasi. Perusahaan/organisasi tempatnya bekerja hanya dijadikan sebagai batu loncatan untuk pindah ke perusahaan/organisasi berikutnya. Karyawan seperti ini biasanya bekerja hanya untuk menambah dan mengasah kemampuan yang sudah dimiliki sehingga memiliki nilai jual yang tinggi pada saat akan mengajukan lamaran ke perusahaan/organisasi lain yang memberikan tawaran yang lebih baik.
         Bisa dibayangkan betapa repotnya jika ini terjadi pada lembaga pendidikan. Setiap tahun ajaran baru siswa berhadapan dengan guru baru dimana hal ini memerlukan adaptasi khusus baik bagi murid maupun guru yang bersangkutan.
         Terhadap hal ini sudah sepantasnya departemen sumber daya manusia menyikapinya agar tingginya tingkat pergantian tenaga kerja setiap tahun dapat diantisipasi. Dengan demikian, departemen sumber daya manusia merancang suatu program di bidang sumber daya manusia yang dapat memberikan kenyamanan bagi karyawan sehingga karyawan yang bekerja merasa puas terhadap perusahaan/organisasi, yang tentunya berpengaruh pada tingkat loyalitas karyawan terhadap perusahaan/organisasi.
         Seringkali karyawan mengundurkan diri tidak disebabkan gaji yang diterimanya, tetapi karena ketidaknyamanan karyawan tersebut dalam bekerja. Misalnya, tidak terdapat pembagian tugas yang jelas sehingga terjadi tumpang tindih. Ketidaknyamanan tersebut dapat disebabkan tidak adanya kewenangan yang jelas serta sikap dan tindakan pimpinan yang tidak mencerminkan sikap seorang pimpinan.
         Departemen sumber daya manusia juga harus dapat membina dan mengasah mental dari karyawan yang bekerja di suatu perusahaan/organisasi.

4)      Rendahnya komunikasi
         Rendahnya komunikasi dengan pimpinan mungkin disebabkan karena rasa segan bawahan terhadap atasan atau bisa juga disebabkan kesibukan masing-masing, sehingga sulit untuk mempertemukan kedua belah pihak. Akan berbeda jika pihak departemen sumber daya manusia mengantisipasi dengan program-program yang dapat menjembatani kedua belah pihak, sehingga bila terjadi masalah dapat segera dikomunikasikan.
         Komunikasi begitu penting bagi manusia karena tanpa komunikasi kehidupan tidak akan punya arti. Peranan komunikasi yang efektif, merupakan persyaratan bagi pencapaian tujuan-tujuan organisasi, disamping salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh manajemen modern.
         Komunikasi adalah mekanisme yang menyebabkan adanya hubungan antar manusia dan mengembangkan semua lambang pikiran bersama-sama dengan sarana untuk menyiarkannya dalam ruang dan merekamnya dalam waktu. Ini mencakup wajah, sikap dan gerak-gerik, suara, kata-kata tertulis, percetakan, telegraf, telepon, telegraf, telepon dan apa saja yang merupakan penemuan mutakhir untuk menguasai ruang dan waktu. (Cooley, 1988:20).
         Ada baiknya kita perhatikan pendapat Robbins (1991:23) beberapa hambatan komunikasi sebagai berikut:
§  Penyaringan (filter)
        Yaitu komunikasi yang dimanipulasikan oleh pengirim sehingga nampak lebih bersifat menyenangkan si penerima. Informasinya dijadikan dasar pengambilan keputusan, maka keputusan yang kelak akan dihasilkan berkualitas rendah dan salah.
§  Persepsi selektif bagi komunikasi yang efektif.
        Pengalaman, pendidikan, pengetahuan dan budaya akan ikut menentukan dalam menafsirkan pesan-pesan. Oleh karenanya persepsi yang demikian ini dapat menjadi penghambat.
§  Perasaan
        Perasaan penerima pada saat menerima pesan komunikasi akan mempengaruhi cara seseorang menginterpretasikan pesan.

§  Bahasa
        Kata-kata memiliki makna yang berbeda-beda antara seseorang dengan yang lain. Umur, pendidikan, lingkungan kerja dan budaya adalah hal-hal yang secara nyata dapat mempengaruhi bahasa yang dipakai oleh seseorang, atau definisi yang dilekatkan pada suatu kata.
§  Mengajar tidak sesuai dengan background pendidikan
        Pada dasarnya guru dituntut untuk professional dalam bidang studi yang diajarkan. Guru yang professional akan terlihat dari keahliannya, baik dalam menguasai materi maupun penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi.
        Namun karena tuntutan beban mengajar guru wajib 24 jam, maka guru-guru yang beban mengajarnya kurang dari 24 jam dapat ditugaskan untuk mengajar bidang studi lain yang bukan merupakan bidang studi keahliannya. Misalnya ada guru bidang studi bahasa indonesia juga merangkap mengajar Pkn dan IPS. Akibatnya guru harus belajar ekstra untuk mempersiapkan materi dan menguasainya. Jika hal ini tidak dilakukan dengan sepenuh hati berakibat ilmu yang ditransfer ke murid tidak tetanam dengan kuat.