Selasa, 07 Mei 2013

PELATIHAN


PELATIHAN
Disusun untuk melengkapi tugas terstruktur mata kuliah Total Quality Manajemen
  

Oleh:
Kelompok 8

Siti Zulaikha             :115020205111004
Tia Aprillia D.K.       :115020202111002
Edwin Yudha           :115020207111056
Ferdy


Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya
Malang
2013

PELATIHAN
Salah satu dari unsur yang paling fundamental dari TQM adalah pengembangan personil secara terus-menerus. Hal ini membutuhkan pendidikan, pelatihan, dan pembelajaran.

PENDIDIKAN, PELATIHAN, DAN PEMBELAJARAN
Pendidikan berbeda dengan pelatihan. Pelatihan bersifat spesifik, praktis, dan segera. Yang dimaksud dengan spesifik dalam arti pelatihan berhubungan secara spesifik dengan pekerjaan yang dilakukan. Sedangkan yang dimaksud dengan praktis dan segera adalah bahwa apa yang sudah dilatihkan dapat diaplikasikan dengan segera sehingga yang diberikan harus bersifat praktis.
Pelatihan merupakan bagian dari pendidikan. Pendidikan lebih bersifat filosofis dan teoritis. Walaupun demikian, pendidikan dan pelatihan memiliki tujuan yang sama, yaitu pembelajaran. Di dalam pembelajaran terdapat pemahaman secara implisit. Melalui pemahaman, karyawan dimungkinkan untuk menjadi seorang  innovator, pengambil inisiatif, pemecah masalah yang Kreatif, serta menjadikan karyawan efektif dan efisien dalam  melakukan pekerjaan.
Berdasarkan sumbernya, pelatihan dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
1.    In-house atau on-site training
2.    External atau outside training
3.    Kombinasi keduanya
In-house training berupa on-the-job training, seminar atau lokakarya, instruksi lewat media (video, tape, dan satelit), dan instruksi yang berbasis komputer. Sedangkan external training terdiri dari kursus di Universitas atau perguruan tinggi, seminar dan lokakarya yang diselenggarakan oleh Universitas dan/atau pelatihan privat, kursus tertulis, serta pelatihan yang diadakan oleh assosiasi dagang, organisasi profesional, dan lembaga/organisasi teknik.
Berdasarkan kategori karyawan, pelatihan dapat berupa program orientasi karyawan baru, pelatihan umum secara ekstensif, pelatihan job-spesific, praktik standar setahap demi setahap, dan pelatihan peralatan, serta prosedur operasi.


FAKTOR PENYEBAB PERLUNYA PELATIHAN
Agar tetap survive dalam pasar modern, perusahaan harus dapat bersaing secara global. Untuk dapat berbisnis dalam skala global, perusahaan harus memperoleh sertifikasi ISO 9000. Pelatihan menjadi syarat untuk mendapatkan sertifikasi ISO 9000 tersebut. Ada lima faktor penyebab diperlukannya pelatihan.
1.    Kualitas angkatan kerja yang ada
Angkatan kerja terdiri dari orang-orang yang berharap untuk memiliki  pekerjaan. Pekerjaan-pekerjaan baru dipenuhi dari angkatan kerja tersebut. Oleh karena itu kualitas angkatan kerja merupakan hal yang penting. Kualitas disini berarti kesiapsediaan dan potensi angkatan kerja yang ada.
Angkatan kerja yang berkualitas tinggi adalah kelompok yang mengenyam pendidikan dengan baik dan memiliki keterampilan intelektual dasar seperti membaca, menulis, berpikir, mendengarkan, berbicara, dan memecahkan masalah. Orang-orang seperti itu potensial untuk belajar dan beradaptasi dengan cepat terhadap pekerjaannya.
2.    Persaingan global
Perusahaan-perusahaan harus menyadari bahwa mereka menghadapi persaingan dalam pasar global yang ketat. Agar dapat memenangkan persaingan, perusahaan harus mampu menghasilkan produk yang lebih baik dan lebih murah daripada pesaingnya. Untuk itu diperlukan senjata yang ampuh untuk menghadapi persaingan agar tetap survive dan memiliki dominasi. Senjata tersebut adalah pendidikan dan pelatihan.
3.    Perubahan yang cepat dan terus-menerus
Di dunia ini tidak ada satu hal pun yang tidak berubah, kecuali perubahan itu sendiri. Perubahan terjadi dengan cepat dan berlangsung terus-menerus. Pengetahuan dan keterampilan yang masih baru ini mungkin besok pagi sudah menjadi usang. Dalam lingkungan seperti ini sangat penting memperbaharui kemampuan karyawan secara konstan. Organisasi yang tidak memahami perlunya pelatihan tidak mungkin dapat mengikuti perubahan tersebut.
4.    Masalah-masalah alih teknologi
Alih teknologi adalah perpindahan atau transfer teknologi dari satu objek ke objek yang lain.  Ada dua tahap dalam proses alih teknologi. Tahap pertama adalah komersialisasi teknologi baru yang dikembangkan di laboratorium riset atau oleh penemu individual.  Tahap ini merupakan pengembangan bisnis dan tidak melibatkan pelatihan. Tahap kedua dari proses tersebut adalah difusi teknologi yang memerlukan pelatihan. Difusi teknologi adalah proses pemindahan teknologi yang baru dikomersialkan ke dunia untuk meningkatkan produktivitas, kualitas dan daya saing.
Tahap kedua ini tidak akan berlangsung dengan baik bila para karyawan yang akan menggunakan teknologi itu belum dilatih untuk menggunakannya secara efisien dan efektif. Teknologi tanpa didukung oleh adanya karyawan yang memahami cara penggunaannya secara efektif, tidak akan dapat memberikan kontribusi besar pada peningkatan produktivitas. Hambatan utama terhadap efektivitas proses alih teknologi adalah ketakutan (kekhawatiran) akan perubahan dan ketidaktahuan akan teknologi baru tersebut. Hambatan tersebut dapat diatasi dengan pelatihan.
5.    Perubahan keadaan demografi
Perubahan keadaan demografi menyebabkan pelatihan menjadi semakin penting dewasa ini. Oleh karena kerja sama tim merupakan unsur pokok dari TQM, maka pelatihan dibutuhkan untuk melatih karyawan yang berbeda latar belakangnya agar dapat bekerja bersama secara harmonis. Untuk mengatasi perbedaan budaya, sosial, dan jenis kelamin dibutuhkan pelatihan, komitmen, dan perhatian.
Pelatihan karyawan memberikan manfaat sebagai berikut:
·         Mengurangi kesalahan produksi
·         Meningkatkan produktivitas
·         Meningkatkan/memperbaiki kualitas
·         Mengurangi tingkat turnover
·         Biaya staf yang lebih rendah
·         Mengurangi kecelakaan
·         Meminimisasi biaya asuransi
·         Meningkatkan fleksibilitas karyawan
·         Respon yang lebih baik terhadap perubahan
·         Meningkatkan komunikasi
·         Kerja sama tim yang lebih baik
·         Hubungan karyawan yang lebih harmonis
·         Mengubah budaya perusahaan
·         Menunjukkan komitmen manajemen terhadap kualitas

Sering ada yang berpendapat bahwa pelatihan hanya berkaitan secara langsung dengan pekerjaan. Edward Deming menyatakan bahwa apabila pelatihan terlalu difokuskan pada aplikasi langsung merupakan pandangan yang keliru. Berbagai macam pembelajaran dapat memberikan keuntungan yang tidak dapat diprediksi.

PROSES PELATIHAN YANG EFEKTIF
Ketika akan melaksanakan pelatihan, setiap perusahaan dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
·         Pelatihan macam apa yang kita butuhkan?
·         Siapa yang harus dilatih?
·         Dimana tempat pelatihannya?
·         Bagaimana cara pemberian pelatihan tersebut?
·         Bagaimana cara mengetahui efektivitas pelatihan yang telah dilakukan?

Penentuan Kebutuhan Pelatihan
Perbaikan kualitas yang dilakukan dengan terburu-buru sering menyebabkan diambilnya keputusan yang salah tentang jenis pelatihan yang akan diberikan. Kesalahan-kesalahan yang paling umum terjadi adalah sebagai berikut:
§  Seorang pelanggan mengatakan kepada suatu perusahaan bahwa ia mempunyai keterampilan baru untuk perusahaan tersebut. Mendapatkan informasi demikian, perusahaan yang bersangkutan segera memberikan keterampilan tersebut kepada karyawan tanpa mengetahui apakah karyawannya telah siap untuk mempelajarinya.
§  Suatu perusahaan membeli peralatan baru untuk membuat produk baru atau melakukan perancangan ulang untuk suatu proses tanpa mempertimbangkan aspek pelatihan terlebih dahulu.
§  Suatu perusahaan mulai melaksanakan pelatihan umum mengenai konsep kualitas secara luas tanpa menghiraukan bagaimana karyawannya akan menerapkan konsep tersebut dalam pekerjaan mereka sehari-hari agar kualitasnya menjadi lebih baik.
§  Suatu perusahaan mengetahui bahwa pesaingnya sedang menerapkan teknik kualitas tertentu atau manajer perusahaan tersebut membaca dari majalah atau surat kabar bahwa teknik tersebut sedang populer, sehingga dengan segera   manajer itu memutuskan untuk melaksanakan pelatihan mengenai penerapan  teknik kualitas tersebut tanpa memikirkan apakah hal  tersebut cocok bagi perusahaannya.
Seharusnya proses pelatihan dimulai dengan mengumpulkan data dan informasi yang dapat menggambarkan jenis keterampilan yang dimiliki karyawan saat ini dan keterampilan apa yang mereka perlukan untuk mencapai rencana jangka pendek dan jangka panjang perusahaan, memuaskan pelanggan, dan memperbaiki kualitas. Setelah data dikumpulkan dari bermacam-macam sumber, data tersebut dianalisis dan akhirnya kebutuhan akan pelatihan dapat ditentukan.

Pendekatan yang dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan akan pelatihan adalah sebagai berikut:
1.    Menentukan keterampilan karyawan yang diperlukan untuk mencapai strategi kualitas perusahaan.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan oleh para manajer untuk menentukan kebutuhan akan pelatihan, diantaranya:
·         Observasi
Manajer dapat melakukan observasi terhadap beberapa aspek pokok. Misalnya apakah terdapat masalah-masalah yang spesifik dalam perusahaan? Apakah karyawan menghadapi masalah dalam melakukan tugas-tugas tertentu? Apakah pekerjaan secara konsisten mendukung proses?
·         Wawancara
Manajer dapat mewawancarai para karyawan agar mereka mengungkapkan kebutuhan mereka berdasarkan keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki. Karyawan mengetahui tugas yang harus mereka kerjakan setiap hari. Mereka juga mengetahui tugas mana yang dapat mereka  kerjakan dengan baik, mana yang tidak, dan mana yang tidak dapat mereka kerjakan sama sekali. Sesi branstorming  sangat efektif dalam proses perbaikan yang berkesinambungan bila karyawan bersedia  mengemukakan pikiran dan pendapatnya.
·         Survei job task analysis
Dalam pendekatan ini dilakukan analisis terhadap dua aspek utama. Pertama, aspek pekerjaan secara keseluruhan.  Kedua, aspek pengetahuan, keterampilan, serta sikap yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Berdasarkan informasi dari hasil analisis tersebut, maka instrumen survei dikembangkan dan disebarkan pada karyawan yang masih melaksanakan pekerjaan yang diteliti.

Dalam mengembangkan instrumen survai ada baiknya melibatkan karyawan yang akan disurvai agar informasi yang diperoleh lengkap dan tidak mengabaikan kriteria-kriteria seperti keterampilan kerja sama tim, sensi­tivitas terhadap umpan balik pelanggan (terutama pelang­gan internal), dan keterampilan interpersonal.
·           Focus group
Dalam metode ini, kelompok-kelompok karyawan tertentu diminta untuk membicarakan siklus kualitas mereka yang berkaitan dengan pelatihan. Rapat yang dilakukan tanpa manajer atau penyelia tersebut akan menjadi lebih terbuka untuk menyadari bahwa mereka memerlukan Pelatihan.
·           Sistem saran
Sistem saran organisasi (baik melalui kotak saran, maupun saran yang diajukan secara langsung) juga dapat digu­nakan untuk mengidentifikasi kebutuhan akan pelatihan.
2.      Melakukan penilaian kebutuhan secara periodik untuk mengidentifikasi topik-topik yang baru.
3.      Menggunakan proses identifikasi kebutuhan berkelanjutan yang meliputi evaluasi terhadap pelatihan yang telah diikuti oleh karyawan dan saran dari unit bisnis maupun para manajer akan diperlukannya suatu Pelatihan baru.
4.      Melakukan benchmark terhadap perusahaan-perusahaan lain dalam industri yang sama untuk menentukan apa yang mereka lakukan dan di mana mereka melaksanakan program pelatih­annya.

Peserta Pelatihan
Perusahaan yang ingin memperoleh manfaat dari TQM dan SPC harus memberikan pelatihan pada setiap orang di perusahaan tersebut. Manajemen eksekutif terlebih dahulu harus diberi penger­tian mengenai orientasi terhadap filosofi TQM, termasuk eksplorasi, mengenai TQM, manfaat implementasi TQM, hambatan untuk men­capai kesuksesan, dan penggunaan alai-alat TQM/SPC. Komponen pelatihan yang penting bagi manajemen eksekutif meliputi peranan dan tanggung jawab manajemen, serta perencanaan strategis dan operasional.
Manajer level menengah atau penyelia diberi pelatihan seperti manajemen eksekutif. Tetapi perbedaannya adalah bahwa aspek perencanaan strategic lebih banyak ditekankan pada pelatihan bagi manajemen eksekutif. Waktu pelatihan lebih dialokasikan untuk alat dan teknik-teknik TQM/SPC dengan tambahan sedikit perha­tian pada masalah lingkungan dan aktivitas perilaku yang akan mendukung TQM/SPC.
Pelatihan pada staf teknis/profesional ditekankan pada ke­terampilan pemecahan masalah dengan menggunakan alat dan teknik kuantitatif, seperti diagram Pareto, distribusi frekuensi, histogram, perencanaan sampling, konstruksi diagram pengen­dalian, dan interpretasinya.
Pelatihan juga diberikan pada individu-individu yang akan berperan sebagai pelatih atau facilitator dalam in-house training mengenai TQM/SPC. Kelompok individu tersebut kemudian akan :
·         Mempersiapkan pelatihan TQM/SPC sebelum di implementasi­kan.
·         Berperan sebagai fasilitator pada tim perbaikan proses untuk menjamin bahwa tim berfungsi secara efektif dan alat serta teknik TQM/SPC digunakan dengan tepat.
·         Mempersiapkan pelatihan TQM/SPC yang lebih fresh kepada karyawan.
·         Melatih karyawan baru.

Tempat Pelatihan
Pelatihan dapat dilakukan dengan on-site atau off-site. Terdapat keunggulan dan kelemahan apabila menggunakan on-site maupun off-site training. Dalam memilih mana yang lebih sesuai, perusahaan harus mempertimbangkan faktor-faktor pada masing-masing jenis pelatihan. Keunggulan on-site training antara lain:
·         Mengurangi biaya pelatihan
·         Menghapus biaya transportasi
·         Skedul pelatihan fleksibel
·         Mengurangi gangguan terhadap operasi sehari-hari

Sedangkan keunggulan off-site training antara lain:
·         Memberikan kesan kepada karyawan bahwa kualitas itu sungguh-sungguh penting, sehingga perusahaan berupaya untuk mengadakan pelatihan di luar perusahaan.
·         Gangguan lebih sedikit
·         Lebih sedikit interupsi
·         Educational setting yang ada lebih sesuai dengan ukuran dan komposisi kelas.

Materi dan Isi Pelatihan
Masalah yang kompleks timbul dalam pemilihan dan pengembang­an materi pelatihan. Tetapi pilihan yang diambil tergantung pada isi pelatihan, desain instruksional, dan alat bantu pelatihan. Gam­bar 8-1 menyajikan pendekatan sistem yang digunakan untuk pengembangan pelatihan TQM / SPC. Jaminan kesuksesan pelatih­an TQM/SPC tergantung pada strategi-strategi tertentu yaitu:
1.      Penentuan tujuan pelatihan Tujuan pelatihan seharusnya jelas, berorientasi pada kinerja, dan dapat diukur secara kuantitatif. Tujuan yang baik tidak terbatas pada isi teknis, tapi lebih berorientasi pada tindakan (action) dan kesesuaian dengan tempat kerja.
2.      Menyediakan manual pelatihan untuk mencapai tujuan pela­tihan Manual yang banyak sesuai untuk konsep-konsep dan istilah­-istilah yang sangat teknis untuk memberikan pesan bahwa perbaikan kualitas merupakan hal yang penting. Tetapi apabila hal tersebut digunakan di dalam kelas justru akan menjadi intimidasi dan sesuatu hal yang terlalu berlebihan. Banyak pelatih telah menyadari bahwa semakin banyak manual dan semakin kompleks bahasa yang digunakan, semakin kecil ke­mungkinan bahwa apa yang dilatihkan akan digunakan setelah pelatihan.
Manual pelatihan TQM/SPC yang baik meminimisasi penggunaan jorgon teknis dan bahasa yang kompleks, serta memberikan banyak contoh yang memungkinkan peserta pela­tihan secara langsung dapat mengaitkan alat-alat TQM/SPC dengan tanggung jawab terhadap tugasnya masing-masing.

3.      Isi pelatihan kualitas harus terdiri dari komponen teknik dan perilaku.   Hal ini terutama berlaku pada pelatihan untuk manajer dan penyelia. Komponen teknis tradisional dari pelatihan dan im­plementasi kualitas meliputi konsep, prinsip, dan teknik TOM. Yang tidak kalah penting adalah komponen perilaku dari imple­mentasi TQM sesuai dengan keterampilan dan teknik yang diperlukan manajer dan penyelia untuk mendorong karyawan agar menerima konsep TQM dan berpartisipasi dalam perbaik­an kualitas yang berkesinambungan.
Kebanyakan perusahaan menyertakan topik-topik di bawah ini di dalam pelatihan kualitas:
·         Kesadaran akan kualitas
·         Pengukuran kualitas (pengukuran kinerja/ benchmarking biaya kualitas, analisis data)
·         Manajemen proses dan pencegahan defect
·         Pembentukan tim dan pelatihan kualitas
·         Fokus pada pelanggan dan pasar
·         Statistika dan metode statistika

Pemberian Pelatihan
Ada 5 macam strategi untuk memaksimalkan sumber daya pelatihan, yaitu (Goestch dan Davis, 1994, pp.325-326);
1.      Membentuk kualitas dari awal. Lakukan dengan benar dari awal (do it right from the first time).
2.      Merancang dari yang kecil Jangan mencoba untuk menyeleng­garakan pelatihan bagi semua orang mengenai segala hal. Buat kegiatan yang spesifik dengan tujuan yang spesifik.
3.      Berpikir kreatif. Jangan menganggap bahwa pendekatan tradisional adalah yang terbaik. Penggunaan video, video in­teraktif, atau one-on-one peer training mungkin lebih efektif untuk keadaan tertentu.
4.      Melihat-lihat dulu. Sebelum membeli jasa pelatihan, lakukan analisis menyeluruh terhadap tujuan pekerjaan yang spesifik. Putuskan apa yang diinginkan dan yakinkan perusahaan yang diajak dalam perjanjian tersebut.
5.      Preview dan customize. Jangan pernah membeli produk pelati­han (video, manual, dan sebagainya) tanpa meninjaunya terle­bih dahulu.

Evaluasi Pelatihan
Evaluasi pelatihan dimulai dari pernyataan tujuan yang jelas. Tu­juan yang luas tidak akan membingungkan bila di buatkan sasaran pelatihan yang lebih spesifik. Tujuan pelatihan merupakan konsep yang luas. Sasaran tersebut menerjemahkan tujuan tersebut men­jadi lebih spesifik dan dapat diukur.
Tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap karyawan, serta meningkatkan kualitas dan produktifitas organisasi secara keseluruhan sehingga organi­sasi menjadi lebih kompetitif. Dengan kata lain, tujuan pelatihan adalah meningkatkan kinerja, dan pada gilirannya akan meningkat­kan daya saing. Untuk mengetahui apakah pelatihan telah me­ningkatkan kinerja, manajer perlu mengetahui 3 hal berikut:
  1. Apakah pelatihan yang diberikan itu sahih (valid)?
  2. Apakah karyawan mempelajarinya?
  3.  Sudahkah kegiatan pembelajaran tersebut menimbulkan per­bedaan?       
Pelatihan yang sahih adalah pelatihan yang konsisten dengan tujuan pelatihan. Mengevaluasi validitas pelatihan dilakukan de­ngan dua tahap proses. Tahap pertama adalah membandingkan dokumentasi tertulis mengenai pelatihan (outline kursus, rencana pelajaran, kurikulum, dan sebagainya) dengan sasaran pelatihan. Bila pelatihan sahih dalam rancangan dan isi, dokumentasi tertulis akan sesuai dengan sasaran pelatihan. Tahap kedua adalah me­nentukan apakah pelatihan yang diberikan benar-benar konsisten dengan dokumentasi tersebut.
Untuk menentukan apakah karyawan sudah mempelajari apa yang diberikan dapat dilakukan dengan memberikan tes, tetapi tes tersebut harus didasarkan pada sasaran pelatihan. Jika pelatihan tersebut sahih dan karyawan telah mempelajarinya, pelatihan terse­but seharusnya menghasilkan perbedaan dalam kinerja mereka. Kinerja seharusnya meningkat. Berarti kualitas dari produktifitas­nya juga seharusnya meningkat. Manajer dapat membandingkan kinerja sebelum dan sesudah pelatihan untuk melihat apakah pelatihan tersebut telah meningkatkan kinerja.
Evaluasi dengan kertas dan pensil saja bukan merupakan bentuk evaluasi yang memadai. Evaluasi tersebut lebih mengukur kharisma instruktur daripada keterampilan, prinsip, dan aplikasi yang dimiliki oleh peserta pelatihan. Ukuran kesuksesan dari pela­tihan dilihat dari apakah karyawan menggunakan alat-alat dan teknik TQM dalam proses pengembangan tim dan apakah mereka melaksanakan tanggung jawab kerjanya. Tindak lanjut evaluasi secara formal harus dilakukan dalam jangka waktu 60 hari, 6 bulan, dan 1 tahun setelah latihan selesai.

PENDEKATAN DALAM PEMBERIAN PELATIHAN
Ada tiga macam pendekatan pokok dalam pemberian pelatih­an, yaitu pendekatan internal, pendekatan eksternal, dan pen­dekatan kemitraan.

Pendekatan Internal
Pendekatan internal adalah pendekatan yang digunakan untuk memberikan pelatihan dengan fasilitas organisasi. Pendekatan ini meliputi one-on-one training, on-the job computer-based training, formal group instruction, dan media-based instruction. One-on-one training dilaksanakan dengan menempatkan karyawan yang kurang terampil dan belum berpengalaman di bawah instruksi karyawan yang lebih terampil dan berpengalaman: Pendekatan ini sering digunakan bila ada karyawan yang baru di rekrut. Pendekatan ini efektif juga untuk mempersiapkan penggantian bagi karyawan yang merencanakan untuk pensiun atau keluar.
Computer-based training terbukti sebagai pendekatan internal yang efektif. Penerapannya sangat cocok untuk memberikan penge­tahuan umum. Metode ini bersifat self-paced, individualized, dan dapat menyajikan umpan balik yang cepat dan terus-menerus kepada pemakainya.
Dalam formal group instruction, sejumlah karyawan yang me­merlukan pelatihan umum dilatih bersama. Metode itu meliputi kuliah, demonstrasi, penggunaan multimedia, sesi tanya jawab, permainan peran (role playing), dan simulasi.
Media-based instruction digunakan secara luas dalam pen­dekatan internal. Cara yang paling sederhana dilakukan dengan bantuan satu set audiotapes. Sedangkan yang lebih komprehensif menggunakan video dan buku kerja. Pemanfaatan laser disk in­teraktif (kombinasi antara komputer, video, dan teknologi laser disk) juga efektif untuk digunakan dalam pendekatan internal.

Pendekatan Eksternal
Pendekatan eksternal adalah pendekatan yang dilaksanakan de­ngan jalan mendaftarkan karyawan pada program atau kegiatan yang diberikan oleh lembaga pemerintah, lembaga swasta, organi­sasi profesional, dan perusahaan pelatihan swasta. Pendekatan yang paling sering dilakukan adalah mendaftarkan karyawan dalam pelatihan jangka pendek dalam jam kerja, dan mendaftarkan kar­yawan dalam pelatihan jangka panjang seperti kursus-kursus. Pendekatan eksternal terutama digunakan untuk mengembangkan keterampilan umum.

Pendekatan Kemitraan
Dewasa iri mulai banyak dijalin kemitraan antara perusahaan dengan perguruan tinggi untuk memberikan customized training. Kemitraan dengan perguruan tinggi memberikan keuntungan kepada perusahaan yang ingin menyelenggarakan pelatihan bagi karyawannya. Perguruan tinggi memiliki tenaga profesional dalam bidang pendidikan dan pelatihan. Mereka sangat memahami cara mentransformasikan tujuan pelatihan ke dalam materi pelatihan yang bersifat customized. Perguruan tinggi juga memiliki sumber daya yang dapat mengurangi atau menghemat biaya pelatihan organisasi. Keuntungan lainnya adalah adanya kredibilitas, formal­isasi, standardisasi, dan fleksibilitas.
Terlepas dari pendekatan yang digunakan dalam memberikan pelatihan, menurut Juran ada tiga keputusan penting yang harus dibuat berkaitan dengan pelatihan.
1.      Apakah pelatihan bersifat suka rela atau wajib?
Bila pelatihan merupakan bagian yang penting dari TQM dan organisasi komite terhadap TQM, maka pelatihan seharusnya bersifat wajib.
2.      Bagaimana pelatihan seharusnya dirangkai?
Meskipun penekanan dalam lingkungan TQM adalah bottom -up dalam hal jumlah pelatihan yang  diberikan, rangkaian pelatih­an bersifat top-down. Dengan kata lain, manajer menerima pelatihan yang lebih sedikit daripada karyawan, tetapi mereka menerimanya pertama kali.
3.      Apa yang seharusnya diajarkan?
Materi pelatihan disesuaikan dengan sasaran organisasi mengenai kualitas, produktifitas, dan daya saing. Seperti yang telah dijelaskan dalam Bab ini, kebutuhan akan pelatihan ditentukan dengan membandingkan antara pengetahuan, ke­terampilan, dan sikap yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran organisasi. Gap antara apa yang dibutuhkan dan apa yang ada saat ini dapat ditutup dengan memberikan pelatihan yang tepat.
PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN
Prinsip-prinsip pembelajaran merangkum apa yang diketahui dan diterima secara luas mengenai bagaimana orang belajar. Pelatih dapat melaksanakan tugasnya dengan lebih baik bila memahami prinsip-prinsip berikut:
·           Orang akan belajar sebaik-baiknya bila mereka siap untuk belajar. Anda tidak dapat memaksa karyawan untuk mempelajari segala sesuatu. Yang dapat Anda lakukan adalah membuat mereka ingin belajar. Oleh karena itu waktu yang digunakan untuk memotivasi karyawan agar ingin belajar merupakan waktu yang berguna. Sebelum memberikan instruksi, jelaskan mengapa karyawan perlu belajar dan bagaimana mereka dan organisasi akan saling menguntungkan bila mereka bersedia melakukan­nya.
·           Orang belajar lebih mudah apabila apa yang mereka pelajari dapat dikaitkan dengan sesuatu yang sudah mereka ketahui. Mulailah setiap kegiatan belajar yang baru dengan mereview apa yang telah diajarkan hari sebelumnya.
·           Orang belajar sebaik-baiknya dengan cara setahap demi seta­hap. Belajar seharusnya di organisasi dalam urutan yang logis dari yang konkrit ke abstrak, dari yang sederhana ke kompleks, dan dari apa yang sudah diketahui ke yang belum diketahui.
·           Orang belajar dengan melakukannya(learning by doing). Prinsip ini mungkin merupakan prinsip yang paling penting dipahami oleh pelatih. Pelatih yang belum berpengalaman cen­derung bingung dalam berbicara (demonstrasi atau memberi kuliah) dan mengajar. Hal tersebut dapat menjadi bagian dari proses mengajar, tetapi hanya sebagian kecil saja bila tidak diikuti dengan kegiatan aplikasi yang mensyaratkan pelajar untuk melakukan sesuatu.
·           Semakin sering seseorang menggunakan apa yang ia pelajari, semakin baik ingatan dan pemahamannya. Hal ini berarti bahwa pengulangan dan aplikasi seharusnya dilekatkan pada proses belajar.
·           Sukses dalam belajar cenderung merangsang untuk belajar lebih banyak Pelatih perlu mengorganisasikan pelatihan ke dalam segmen-­segmen yang cukup singkat sehingga pelajar dapat melihat kemajuannya.
·           Orang butuh umpan balik dengan segera dan terus-menerus untuk mengetahui apakah mereka telah belajar.
Orang yang belajar ingin mengetahui dengan segera dan terus-­menerus bagaimana mereka melakukan sesuatu. Pelatih se­harusnya berkonsentrasi pada pemberian umpan balik yang terus-menerus dan segera.

PENYEBAB KEGAGALAN PELATIHAN
Tidak selamanya suatu pelatihan yang dilakukan akar. ber­hasil, bahkan banyak pelatihan yang gagal. Banyak faktor yang menyebabkan kegagalan suatu pelatihan. Misalnya pengajaran yang tidak baik, materi kurikulum pelatihan yang tidak tepat, perencanaan yang jelek, dana yang tidak memadai, dan kurangnya komitmen. Juran. mengemukakan 2 penyebab utama yang lebih serius dan seringkali terjadi, yaitu:
·           Kurangnya partisipasi manajemen dalam perencanaan Setiap orang perlu level operasional perlu dilibatkan dalam perencanaan pelatihan. Dengan demikian manajemen dan level operasional bersama-sama merencanakan kebutuhan akan pelatihan.        
·           Jangkauan (scope) yang terlalu sempit. Pelatihan yang bertujuan memperbaiki kualitas harus dimulai dari aspek yang luas dan umum, baru ke aspek yang lebih spesifik. Seringkali organisasi langsung memberikan pelatihan mengenai aspek-aspek TQM tertentu sebelum para karyawan­nya memahami kerangka umumnya.

KURIKULUM PELATIHAN KUALITAS
Supaya seorang manajer dapat menjalankan peranan kepemimpinannya dalam lingkungan TQM, minimal ia harus dilatih mengenai Trilogi Juran, yaitu perencanaan, pengendalian, dan perbaikan kualitas. Kurikulum pelatihan tersebut secara ringkas diuraikan pada bagian berikut.
1.      Pelatihan Perencanaan Kualitas
Perencanaan kualitas harus mencakup topik-topik sebagai berikut:
·       Manajemen strategik terhadap kualitas
·       Kebijakan kualitas dan penyebarluasannya
·       Sasaran strategik kualitas dan penyebarluasannya
·       Trilogi Juran
·       Big Q dan Little Q
·       Konsep triple-role
·       Alur perencanaan kualitas
·       Pelanggan internal dan eksternal
·       Cara mengidentifikasi pelanggan
·       Perencanaan mengenai proses-proses makro
·       Perencanaan mengenai proses-proses mikro
·       Desain produk
·       Perencanaan mengenai pengendalian proses
·       Transfer ke operasi
·       Santayana review
·       Alat-alat perencanaan
2.      Pelatihan Pengendalian Kualitas
Pelatihan pengendalian kualitas harus meliputi topik-topik berikut:
·       Manajemen strategik terhadap kualitas
·       Umpan balik dalam pengendalian kualitas
·       Kemampuan melakukan pengendalian
·       Perencanaan mengenai pengendalian
·       Subjek pengendalian
·       Tanggung jawab pengendalian
·       Cara mengevaluasi kinerja
·       Interpretasi data statistik dan ekonomi
·       Pengambilan keputusan
·       Tindakan perbaikan
·       Audit jaminan kualitas
·       Alat-alat pengendalian
3.      Pelatihan Perbaikan Kualitas
Pelatihan mengenai komponen ketiga dari Trilogi Juran ini harus mencakup topik-topik:
·       Manajemen strategik terhadap kualitas
·       Trilogi Juran
·       Dewan Kualitas dan tanggung jawabnya
·       Biaya akibat kualitas yang jelek: bagaimana memperki­rakannya
·       Konsep project-by-project
·       Memperkirakan ROI (return on investment)
·       Nominasi, penyaringan, dan pemilihan proyek-proyek
·       infrastruktur perbaikan kualitas
·       Proyek perbaikan proses makro
·       Diagnostic journey
·       Remedial journey
·       Peninjauan atas kemajuan yang dicapai
·       Penggunaan pengakuan dan penghargaan untuk mening­katkan motivasi
·       Alat dan teknik perbaikan kualitas
Dengan melakukan standarisasi kurikulum seperti di atas, maka perusahaan lebih mudah mencapai konsistensi kinerja yang sangat penting dalam lingkungan TQM. Adanya konsistensi kinerja memudahkan pengukuran dan perbaikan kinerja tersebut.





Tidak ada komentar: